Saran Muhammadiyah Hindari Polemik Pemberhentian Ahok Sebagai Gubernur Jakarta
Haedar menilai bahwa ditengah polemik ini, ada baiknya jika menyerahkan hal itu kepada Mahkamah Agung agar menyampaikan pandangannya kepada publik.
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menyarankan kepada semua pihak agar menunggu Fatwa Mahkamah Agung (MA) soal polemik status Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Apakah Ahok harus diberhentikan atau tidak dari jabatan sebagai gubernur Jakarta.
Haedar menilai bahwa ditengah polemik ini, ada baiknya jika menyerahkan hal itu kepada Mahkamah Agung (MA) agar menyampaikan pandangannya kepada publik.
“Nah kalau sudah ada pandangan resmi MA maka laksanakan apa yang menjadi pandangan resmi itu,” ujar Haedar di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (13/2/2017).
Baca: PKB Tolak Pansus Angket Jika Hanya Ahok Sasarannya
Baca: Pakar Hukum Tata Negara: Jokowi Bisa Langgar UU Jika Tidak Nonaktifkan Ahok Sebagai Gubernur DKI
Baca: Empat Fraksi di DPR Setuju Hak Angket Ahok
Haedar menilai langkah untuk meminta Mahkamah Agung (MA) untuk memberikan tafsiran atas polemik tersebut adalah cara yang elegan.
Mengenai posisi Muhammadiyah sendiri terkait polemik Ahok ini, Haedar mengatakan pihaknya berpegang teguh ada Hukum atau Peraturan Perundang-undangan yang mengatur hal tersebut.
“Tegakkan prinsip hukum yang memang sifatnya tegas, jadi kalau memang prinsip hukum dan dasar UU non aktif ya non aktif. Jadi saya yakin ini prisnip yang kita pegang semuanya. Indonesia kan negara hukum jadi pakai prisnip itu. Masalahnya kalau perbedaan tafsir harus ada otoritas yang memastikan itu,” tutur Haedar.