Penyidik KPK Cecar Hakim MK Suhartoyo Dengan 12 Pertanyaan
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka NG Fenny dalam kasus dugaan suap Hakim MK, Patrialis Akbar.
Ditemui usai pemeriksaan, Suhartoyo mengaku dicecar 12 pertanyaan.
Penyidik KPK menanyakan soal perkara dan proses uji materi di Undang-undang No 41 tahun 2014 soal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"Tadi 12 pertanyaan seputar perkara itu dan proses rapat hingga persidangan," ujarnya di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Untuk diketahui, terkait kasus suap ini Ketua MK hingga para hakim dan panitera pengganti di MK harus diperiksa penyidik KPK sebagai saksi.
Seperti diketahui, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar (PAK) ditetapkan sebagai tersangka penerima suap oleh KPK.
Selain itu, teman Patrialis yakni Kamaludin (KM) juga ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai perantara suap.
Dalam perkara ini, Patrialis Akbar disangkakan menerima suap dari tersangka Basuki Hariman (BHR) bos pemilik 20 perusahaan impor daging dan sekretarisnya yang juga berstatus tersangka yakni NG Fenny (NGF).
Oleh Basuki, Patrialis Akbar dijanjikan uang sebesar USD 20 ribu dan SGD 200 ribu terkait pembahasan uji materi UU No 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan.
Diduga uang USD 20 ribu dan SGD 200 ribu itu sudah penerimaan ketiga. Sebelumnya sudah ada penerimaan pertama dan kedua.
Serangkaian OTT pada 11 orang terjadi di tiga lokasi di Jakarta pada Rabu (25/1/2017) pukul 10.00 -21.30 WIB.
Dalam OTT ini, KPK juga mengamankan barang bukti berupa dokumen pembukuan perusahaan, voucer beli mata uang asing dan draf putusan perkara No 129 yang diamankan di lapangan golf, Rawamangun.
Atas perbuatannya Patrialis dan Kamaludin diduga sebagai penerimaa suap dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara tersangka Basuki dan NG Fenny sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.