Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komnas HAM Minta Masyarakat Adat Amungme Dapat Saham

Natalius Pigai menyatakan bahwa proses pemberian ganti rugi dan saham tersebut bisa dilakukan

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Komnas HAM Minta Masyarakat Adat Amungme Dapat Saham
Rizal Bomantama/Tribunnews.com
Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Natalius Pigai menunjukkan laporan hasil penyelidikan terhadap pelibatan masyarakat adat dalam kontrak karya antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (24/2/2017) siang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan keprihatinannya lantaran masyarakat adat tak pernah dilibatkan dalam kontrak karya antara Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia sejak 1967.

Hal itu disampaikan oleh Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Natalius Pigai di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (24/2/2017).

Natalius Pigai menyatakan masyarakat suku Amungme yang menguasai tanah hukum adat Amungsa yang kini menjadi wilayah konsesi PT Freeport Indonesia berhak mendapat ganti rugi sebagai penghormatan hak ulayat masyarakat adat.

Dan juga memberikan sebagian saham PT Freeport Indonesia secara cuma-cuma kepada masyarakat setempat dalam proses devistasi yang sedang diusahakan pemerintah Indonesia.

"Hal tersebut mendapat tempat dalam regulasi negara yakni adanya sertifikasi tanah komunal yang dilayani oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hal itu sudah mulai dilakukan sejak awal tahun 2016, dan hal tersebut akan menjadi bentuk komitmen pemerintah berpihak kepada kesejahteraan rakyat Papua," kata Natalius Pigai.

Natalius Pigai menyatakan bahwa proses pemberian ganti rugi dan saham tersebut bisa dilakukan dengan melihat status tanah secara faktual atau legal.

Ia menyebut proses pemberian ganti rugi dan saham kepada masyarakat adat Amungme itu bisa melihat pada status tanah faktual.

Berita Rekomendasi

"Kita lihat contohnya saat sengketa antara Indonesia dengan Malaysia yang memperebutkan Pulau Sipadan dan Ligitan di mana pengadilan internasional memenangkan Malaysia dalam gugatan tersebut karena melihat secara faktual bahwa kedua pulau dikelola masyarakat Malaysia."

"Kalau proses pemindahan kekuasaan saja bisa, seharusnya proses jual beli juga harus bisa dilakukan dalam tanah berstatus faktual," ujar Natalius Pigai.

Natalius Pigai menegaskan bahwa hak masyarakat Papua itu harus diperjuangkan pemerintah Indonesia sebagai penebusan kesalahan di masa lalu.

Kontrak Karya antara pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia sendiri sudah ditandatangani sejak 7 April 1967.

Padahal Irian Jaya (Papua) baru resmi bergabung dengan Indonesia tanggal 1 Mei 1969.

"Sementara masyarakat adat Amungme baru dilibatkan pada perjanjian 8 Januari 1974 dengan PT Freeport Indonesia di bawah pengawasan pemerintah Indonesia. Dalam perjanjian itu gugatan masyarakat adat Amungme untuk ganti rugi atas hak ulayat tidak diterima oleh Pengadilan Negeri dan tanpa melalui proses pemeriksaan materiil atau substansi perkara."

"Jadi memang sejak awal tidak ada pemberian ganti rugi kepada masyarakat setempat," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas