Rusak Terumbu Karang di Papua, Pemerintah Berupaya Pinta Pertanggungjawaban Kapal MV Caledonian Sky
"Ada berbagai macam cara untuk kita bisa menghadiran yang bersangkutan kembali ke Indonesia,"
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapal MV Caledonian Sky yang sempat kandas di wilayah Raja Ampat, Papua, sudah keluar dari wilayah Indonesia bersama nahkodanya, Keith Michael Taylor.
Namun hal itu bukan berarti perusahaan pemilik kapal dan sang nahkoda bisa lari dari tanggungjawab.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Arrmanatha Nasir mengatakan pemilik dan nahkodanya tetap harus bertanggungjawab atas rusaknya karang di Raja Ampat.
"Ada berbagai macam cara untuk kita bisa menghadiran yang bersangkutan kembali ke Indonesia," ujar Arrmanatha Nasir kepada wartawan di kantor Kemenlu, Jakarta Pusat, Rabu (15/3/2017).
Kandasnya kapal MV Caledonian Sky pada 4 Maret 2017, menyebabkan sejumlah terumbu karang rusak.
Hal tersebut dapat dianggap sebagai aksi perusakan lingkungan dan pelakunya bisa dijerat dengan pasal pidana.
Selain itu, perusahaan pemilik kapal juga bisa dimintai pertanggungjawaban.
"Semua langkah akan diambil, agar pertanggungjawaban dilakukan, baik itu dalam konteks pidana maupun perdatanya," ujarnya.
Pemerintah akan berusaha untuk meminta pertanggungjawaban nahkoda dan pemilik kapal berbendera Inggris tersebut.
"Semua aspek akan diambil pemerintah, untuk memastikan pertanggungjawaban penuh diberikan," katanya.
4 Maret 2017, kapal MV Caledonian Sky kandas di Raja Ampat dan merusak terumbu karang di wilayah tersebut.
Aksi penyelematan kapal yang berlangsung selama berjam-jam, membuat luasan karang yang rusak bertambah.
Diperkirakan, setiaknya 1.600 meter persegi karang rusak.
Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Rasio Ridho Sani menyebut pemerintah akan menjerat pihak-pihak yang bertanggungjawab atas perusakan karang tersebut.
Mereka akan dijerat dengan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.