Tanpa Skill, Laksma Bambang Udoyo Mengaku Hanya Menjalankan Perintah Jadi PPK
Bambang Udoyo mengaku menerima perintah tersebut karena sebagai personel militer tidak bisa menolak perintah.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Laksamana Pertama Bambang Udoyo mengaku hanya menjalankan perintah dari Kepala Badan Keamanam Laut Laksamana Madya menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen pengadaan monitoring satelitte di Badan Keamanan Laut.
Padahal Bambang Udoyo sama sekali tidak mengerti tugas dan wewenang seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Saya menjalankan perintah. Saya tidak punya pengalaman PPK , tidak punya sertifikat tidak punya sekolah PPK yang benar seperti apa," kata Bambang Udoyo saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (24/3/2017).
Tanpa bekal pengetahuan, Bambang Udoyo mengaku menerima perintah tersebut karena sebagai personel militer tidak bisa menolak perintah.
"Di militer harus melaksanakan perintah. Tidak boleh menolak perintah, " kata dia.
Bambang Udoyo pun mengaku menerima uang sekitar Rp 1 miliar dari pengadaan barang tersebut. Uang tersebut dia terima kali dalam mata uang Dolar Singapura sejumlah 105.000 pada tanggal 6 dan 8 Nopember 2016.
Uang tersebut diserahkan oleh Hardy Stefanus, marketing/operasional PT Merial Esa.
"Dia hanya sampaikan ini amanah karena Kabakamla pernah katakan supaya semangat, tidak minta-minta fee dan fokus," kata Bambang.
Bambang Udoyo yakin uang tersebut dari Arie Sudewo karena sebelumnya mendapat informasi dari Eko Susilo Hadi yang menjabat sebagai Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasaam Bakamla yang merangkap sebagai Pelaksana tugas Serketaris Utama Bakamla dan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Bakamla tahun anggaran 2016.
Bambang Udoyo kini menjadi tersangka di Puspom TNI dan telah menyita uang senilai 80 ribu Dollar Singapura dan 50 ribu Dollar AS dari rumah Bambang Udoyo.
Kasus tersebut bermula dari operasi tangkap tangan terhadap Edi Susilo Hadi yang menerima uang senilai Rp 2 miliar dari Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Pada kasus tersebut, KPK menetapkan empat tersangka. Tiga tersangka dari unsur swasta adalah Direktur PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah, dua pegawai PT Melati yakni Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Sementara tersangka dari unsur Bakamla adalah Eko Susilo Hadi. Eko berasal dari unsur Kejaksaan. Edi Susilo dijanjikan 7,5 persen dari nilai proyek Rp 200 miilar atau sekitar Rp 15 miiar. Edi Susilo adalah Kuasa Pengguna Anggaran.