OSO Resmi Dilantik Jadi Ketua DPD, Farouk: Tidak Sah!
"Dengan ini, saya bertekad untuk mengembalikan marwah DPD menjadi lembaga yang menyuarakan aspirasi daerah," ujar Oesman.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Agung Suwardi akhirnya memandu sumpah jabatan untuk para pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Adapun mereka yang terpilih adalah Oesman Sapta Odang sebagai ketua, Nono Sampono dan Darmayanti Lubis.
Dengan adanya pelantikan tersebut MA membatalkan Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur masa jabatan Pimpinan DPD selama 2,5 tahun, sehingga masa jabatan pimpinan DPD yang lama berakhir pada 31 Maret 2017.
Dalam sambutannya, Oesman Sapta menyatakan dirinya akan membawa DPD kembali kepada tugas pokoknya, yakni menyuarakan aspirasi daerah.
"Dengan ini, saya bertekad untuk mengembalikan marwah DPD menjadi lembaga yang menyuarakan aspirasi daerah," ujar Oesman.
DPD mengesahkan Tata Tertib baru yakni Nomor 3 Tahun 2017 yang menyesuaikan dengan putusan MA, yakni mengembalikan masa jabatan pimpinan DPD menjadi 5 tahun.
Pengucapan sumpah tersebut dilaksanakan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat. "Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai ketua DPD , sebagai wakil ketua DPD dengan sebaik-baiknya dan seadilnya sesuai peraturan perundang-undangan dengan berpedoman Pancasila dan UUD RI tahun 1945," ujar Suwardi saat memandu sumpah.
Ruang rapat paripurna tampak hening saat pengambilan sumpah. Sumpah dibacakan sekitar 5 menit. Usai pembacaan sumpah, para pimpinan DPD meneken pakta integritas. OSO menjadi orang yang pertama meneken pakta.
Tepuk tangan pecah usai pembacaan sumpah. Mantan ketua DPD Mohammad Saleh menyerahkan palu sidang sebagai tanda pergantian kepemimpinan. Dengan demikian, OSO, Nono, dan Darmayanti resmi menjabat sebagai pimpinan DPD.
Sementara, Farouk Muhammad akhirnya beraksi atas pelantikan OSO sebagai Ketua DPD. Dalam keterangan tertulisnya, Farouk menyatakan pemilihan Ketua DPD tidak sah karena bertentangan dengan aturan.
Berikut keterangan Farouk selengkapnya.
Menyikapi perkembangan terkini atas apa yang terjadi pasca paripurna DPD RI tanggal 3 April 2017, dengan ini saya menyampaikan sikap dan keterangan sebagai berikut:
1. Menyesalkan terjadinya proses pemilihan Pimpinan Lembaga (Tinggi) Negara dilakukan berdasarkan aturan yang sudah dinyatakan oleh Mahkamah Agung (MA) sebagai tidak sah dan mengikat karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
2. Hal ini memprihatinkan karena menyangkut lembaga yang saya pimpin. Lebih-lebih lagi proses dilakukan secara brutal sehingga terjadi kegaduhan dalam Sidang Paripurna dan dinilai publik sebagai perbuatan yang memalukan.
3. Saya tetap mengemban amanah jabatan sebagai Wakil Ketua DPD RI yang didasarkan atas Keputusan DPD Nomor 02/DPD RI/I/2014-2015 untuk masa jabatan 2014-2019. Masa jabatan tersebut dikuatkan oleh Putusan MA Nomor 38P/HUM/2016 dan Nomor 20P/HUM/2017. Putusan MA itu membatalkan dua Tata Tertib DPD (Nomor 1 Tahun 2016 dan Nomor 1 Tahun 2017) yang salah satunya mengubah masa jabatan Pimpinan DPD dari 5 tahun ke 2,5 tahun dan dinyatakan bertentangan dengan UU MD3 dan UU P3 sehingga dipandang tidak sah dan mengikat. Kecuali Jika MA mengingkari amar putusannya sendiri dengan tetap mengambil sumpah pimpinan yang baru terpilih yang sekaligus mencerminkan runtuhnya benteng terakhir penegakan hukum di Republik tercinta.
4. Sebagai Pimpinan DPD, atas nama Pimpinan dan teman-teman Anggota DPD saya memohon maaf kepada segenap bangsa Indonesia atas peristiwa tersebut.
Terima kasih.
Farouk Muhammad