Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MA Bantah Melantik, Bagaimana Legalitas Pimpinan Baru DPD RI? 

Juru Bicara Mahkamah Agung, Suhadi menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh mereka kepada Pimpinan DPD yang baru bukan pelantikan.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in MA Bantah Melantik, Bagaimana Legalitas Pimpinan Baru DPD RI? 
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua DPD terpilih Oesman Sapta Odang (tengah) bersama Wakil Ketua I DPD Nono Sampono (kanan) dan Wakil Ketua III DPD Darmayanti Lubis (kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai pelantikan Ketua DPD terpilih pada Sidang Paripurna ke 9 DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/4/2017) malam. Oesman Sapta Odang terpilih secara Aklamasi sebagai Ketua DPD periode April 2017 hingga September 2019 menggantikan Mohammad Saleh pada Rapat Paripurna DPD. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Bisa Rangkap Jabatan

Oesman Sapta Odang (Oso) secara resmi telah menjadi Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Namun secara bersamaan Oso masih jadi Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.

Ketua Fraksi PKB di MPR RI Lukman Edy menilai OSO bisa merangkap dua jabatan sekaligus. Pasalnya di dalam Tata Tertib MPR tidak diatur mengenai tambahan jabatan.

"Di dalam Tatib MPR tidak diatur. Karena tidak diatur bisa jadi nanti bisa dibolehkan bisa tidak dibolehkan," ujar Lukman.

Lukman memaparkan pada jabatan-jabatan lain di parlemen juga masih diperbolehkan. Lukman menyebut contoh dirinya menjadi Wakil Ketua komisi II di DPR sekaligus Ketua Badan Sosialisasi MPR.

Melihat fenomena baru di parlemen, Lukman menyarankan agar MPR membuat kajian mendalam terkait rangkap jabatan. Hal itu mengacu kepada UU, baik MD3 dan UUD.

"Karena kasus baru, MPR perlu kajian secara mendalam, berdasarkan kepada UU yang ada, baik MD3, maupun UUD. Kalau tidak diatur maka, silahkan kebijakan internal MPR seperti apa," kata Lukman.

Berita Rekomendasi

Lukman pun berharap pimpinan MPR harus melakukan rapat gabungan untuk membahas soal rangkap jabatan OSO di DPD dan MPR. Karena dari hasil rapat tersebut bisa menambahkan Tatib baru di MPR.

"Setelah rapat gabungan, kalau misalnya mau bikin aturan baru di Tatib, MPR harus melakukan sidang Paripurna, kalau dorongan merangkap jabatan tidak dipebrolehkan," kata Lukman.

"Tapi sejauh ini tidak ada larangan, maupun kebiasaan antar lembaga di parlemen ini," ujar Lukman.(fajar/amriyono)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas