Sekjen DPD Bantah Bersekongkol Dengan MA
Sudarsono menegaskan pihak Kesekjenan tetap netral dari kepentingan politik. Kedatangannya ke MA hanya bagian dari tugas Kesekjenan DPD.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD Sudarsono Hardjosoekarto membantah menjadi loyalis Oesman Sapta Odang (OSO).
Meskipun, Sudarsono mengantar undangan ke Mahkamah Agung (MA) berisi pelantikan Pimpinan DPD baru.
Sudarsono menegaskan pihak Kesekjenan tetap netral dari kepentingan politik. Kedatangannya ke MA hanya bagian dari tugas Kesekjenan DPD.
"Yang disebut loyalis itu hanya Pak Pasek, saya ada ini netralitas," kata Sudarsono di Kompleks Parlemen, Kamis (7/4/2017) malam.
Sudarsono lalu menjelaskan alasan mengajak Senator Bali yang juga Politikus Hanura Gede Pasek Suardika ke Mahkamah Agung. Kedatangan Sudarsono untuk menjelaskan pemilihan pimpinan DPD kepada MA.
"Yang mengundang memang saya, harus ada yg menjelaskan bukan hanya saya sendiri," kata Sudarsono.
Pertemuan antara Sudarsono, Pasek dan Suwadi berlangsung cukup lama. Sudarsono mengaku sempat berdebat dengan Suwardi sebelum akhirnya melantik OSO. Sebab, terdapat polemik dalam pemilihan Pimpinan DPD baru.
Hal itu terkait, Putusan Mahkamah Agung yang mencabut Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2017 membuat masa jabatan pimpinan DPD kembali menjadi 5 tahun. Dicabutnya Tatib DPD itu, komposisi Wakil Ketua DPD yang saat ini dijabat GKR Hemas dan Farouk Muhammad.
Namun, DPD tetap melakukan pemilihan pimpinan baru dan terpilih lah OSO sebagai Ketua, dan Nono Sampono dan Darmayanti Lubis yang menjabat Wakil Ketua DPD. Permintaan pengambilan sumpah terhadap Oesman, Nono, dan Darmayanti tercantum dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua Badan Kehormatan DPD AM Fatwa dan senator Riri Damayanti.
"Dengan dua wakil ketua, saya berdebat dengan versi saya sebagai Kesekjenan. Akhirnya diundang semua kepala-kepala kamar MA, ada yang kepala kamar bagian militer, PTUN, sama yang galak itu, Pak Artidjo (hakim agung Artidjo Alkostar). Saya sendirian," kata Sudarsono.
Awalnya, Sudarsono tidak datang sendirian. Dia datang bersama pejabat Kesekjenan DPD, Adam. Akan tetapi, Sudarsono mengaku dengan terpaksa meminta Adam kembali untuk menjadi saksi proses pemilihan Ketua DPD baru.
"Kalau nanti datang terus hasilnya tidak dilantik, siapa saksinya? setengah menyesal minta pak adam pulang," imbuh Sudarsono.
Sudarsono beranggapan tidak mungkin dirinya datang sendiri menjelaskan ke pihak MA. Dia berinisiatif menghubungi senator-senator yang mengikuti sidang pemilihan pimpinan DPD. Awalnya, ia menghubungi Senator Jawa Tengan Bambang Sadono. Tetapi, Bambang tidak mengangkat telepon.
"Saya izin, boleh enggak saya meminta salah satu saja yang ikut sidang. Pak Bambang Sadono saya minta enggak nyambung, yambunglah Pak Pasek. Katanya saya sudah mau sampai kantor," kata Sudarsono.
Pasek pun datang sekitar pukul 12.00 WIB. Sudarsono dan Pasek langsung memberikan argumentasi soal pemilihan dan rencana pelantikan pimpinan DPD baru.
Suwadi dan wakil MA lain meminta Sudarsono dan Pasek keluar karena akan menggelar rapat internal.
"Akhirnya dijelaskan kesimpulan dari rapat tadi. Kesimpulan itulah yang akan disampaikan ke paripurna siang harinya, itu yang disampaikan ke Pak Pasek," kata Sudarsono.
Sudarsono kembali menegaskan sikap netral dalam polemik DPD. Ia tetap melayani Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad.
"Pada saat sama sejak pagi hari saya dapat instruksi Pak Farouk untuk buat surat kepada Ketua MA. Karena itu konsisten jadi saya layan. Karena saya fisiknya satu, saya sudah diatur berangkat ke MA," kata Sudarsono.
Sudarsono mengakui dilematis terkait polemik DPD tersebut. "Kalau jadi dilantik saya disukai A tidak disukai B, kalau tidak jadi dilantik saya tidak disukai A, disukai B," ujar Sudarsono.
"Jadi bukan ada persekongkolan antara MA dan Sekjen," tambahnya.