Bertemu Banser NU, Romahurmuziy Ingatkan Jihad Atasi Ketimpangan Sosial
Ketua Umum PPP Romahurmuziy menilai bangsa Indonesia harus berjihad mengatasi ketimpangan sosial berupa pengangguran dan kemiskinan.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PPP Romahurmuziy menilai bangsa Indonesia harus berjihad mengatasi ketimpangan sosial berupa pengangguran dan kemiskinan.
Hal itu dikatakan pria yang akrab disapa Romy saat menerima rombongan Pimpinan GP Ansor di ruang rapat Fraksi PPP, Gedung DPR, Jakarta, Senin (10/4/2017).
"Bangsa kita menghadapi 14 tantangan ke depan, salah satunya di bidang ekonomi angka kemiskinan 28 juta dan pengangguran sebesar 5,5 persen," kata Romy.
Romy mengingatkan tujuan bangsa mendirikan pemerintahan untuk menyejahterakan masyarakat. Tidak terkecuali Indonesia yang harus bersatu untuk mewujudkan kesejahteraan tersebut.
Ia pun menyinggung persoalan banyaknya pertengkaran di masyarakat yang berujung timbulnya ketidakproduktifan kerja dalam mengatasi ketimpangan sosial.
"Kita harus mengimani bahwa perbedaan adalah sunatullah dan rahmat tuhan sehingga semangat itu perlu kita hidupkan," ujar Romy.
Ia lalu menjelaskan perbedaan pendapat saat dahulu merupakan hal yang wajar. Tetapi, saat ini ketika ada orang berbeda pemahaman lalu dengan mudahnya mengkafirkan seorang.
Romy juga mengingatkan bahwa ulama-ulama yang masuk dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan ikhlas menanggalkan syariat Islam dalam Piagam Jakarta.
"Dahulu perbedaan disikapi dengan kelegowan namun sekarang diikuti dengan menyalahkan misalnya mengadakan tahlilan disebut salah dan ziarah kubur dianggap bid'ah," katanya.
Sementara Ketua Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas mengatakan kunjungannya itu merupakan bagian silaturahmi kebangsaan yang diadakan organisasinya terkait kondisi bangsa Indonesia saat ini yang semakin kehilangan arah.
Hal itu, kata Yaqut, terlihat ketika orang berbeda pilihan dalam politik lalu dinilai munafik dan dilarang disolati ketika meninggal sehingga itu menandakan kondisi kebangsaan yang mengkhawatirkan.
"Karena itu GP Ansor inisiatif menemui tokoh bangsa dan politik untuk menggali lebih jauh untuk bagaimana disarikan untuk menjadikan keputusan organisasi," kata Yaqut.
Yaqut juga tidak ingin adanya aturan Indonesia bersyariah. "Kira-kira pemangku kepentingan termasuk PPP, mengimajinasikan Indonesia kedepan seperti apa, biar kita enggak salah arah, kalau bersyariah, kita cabut dari PPP, kita tidak pernah mau Indonesia bersyariah," tutur Yaqut.