Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mungkinkah Aksi Makar Dilakukan Lewat Gorong-gorong? Ini Penjelasan Pamdal Gedung DPR

"Sejak saya menjadi Kasat Lemneg (Kepala Satuan Lembaga Negara,-red) pada 2007, pengamanan lemah."

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Mungkinkah Aksi Makar Dilakukan Lewat Gorong-gorong? Ini Penjelasan Pamdal Gedung DPR
Fachri Fachrudin
(Tengah) Sekjen Forum Umat Islam (FUI), Muhammad Al Khaththath dalam konfrensi pers yang digelar di Aula Mesjid Baiturrahman, Jalan Dr Saharjo, Jakarta Selatan, Kamis (30/3/2017). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gorong-gorong disebut polisi sebagai salah satu alternatif para perencana aksi makar untuk menembus gedung DPR/MPR RI setelah polisi menangkap sejumlah orang penggagas Aksi 31 Maret 2017 atau Aksi 313.

Mereka yang ditangkap polisi Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al-Khaththath, Zainuddin Arsyad dari Gerakan Mahasisa Pelajar Bela Bangsa dan Rakyat (GMPBBR) yang juga anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Wakil Koordinator Lapangan Aksi 313 Irwansyah, Panglima Forum Syuhada Indonesia (FSI) Diko Nugraha dan Andry.

Menurut polisi, rencana detail cara memasuki kantor wakil rakyat telah disusun. Di antaranya melalui jalan setapak yang tersembunyi, saluran air, hingga menabrakkan truk ke pintu gedung yang dijaga petugas.

Kepala Bagian Pengamanan Dalam DPR/MPR, Komisaris Besar Herry Ardyanto, mengatakan pengamanan di tempatnya bertugas kurang optimal.

Karena itu celah-celah itu kemudian coba dimanfaatkan pihak-pihak yang berkepentingan.

"Sejak saya menjadi Kasat Lemneg (Kepala Satuan Lembaga Negara,-red) pada 2007, pengamanan lemah. Di sini tidak ada sistem yang dapat menguatkan pengamanan. Meskipun ada tenaga keamanan, namun sistemnya tidak ada," ujarnya kepada wartawan, Minggu (16/4/2017).

Berita Rekomendasi

Dia mencontohkan persoalan sistem pengelolaan parkir di area Gedung DPR/MPR. Meskipun ada, tetapi pengelolaan parkir tak berfungsi. Idealnya, terdapat pengelolaan jelas terhadap pengunjung gedung, seperti yang diberlakukan terhadap penghuni dan pengunjung apartemen.

Menurut dia, pengamanan dalam dan pihak terkait senantiasa berusaha mewujudkan upaya peningkatan keamanan gedung. Kritik keras kepada internal pernah ia lontarkan.

Dia mengaku pernah menyampaikan kepada salah satu anggota BURT (Badan Urusan Rumah Tangga DPR/MPR), sedikit keras keamanan di sini kampungan. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa kalau tidak diakomodir saran itu.

Seharusnya, setiap tamu, kata dia melaporkan kehadiran di unit tertentu. Sehingga, pihak terkait mengetahui siapa dan apa tujuan berkunjung. Setelah diketahui, tamu ditempatkan di lokasi khusus seperti ruang tunggu.

Meski gedung itu merupakan rumah rakyat, namun, menurut dia, harus ada batasan penghuni dan pengunjung. Sebab, DPR, MPR, dan DPD lembaga negara yang patut dijaga kewibawaan dan keamanan anggota serta pimpinannya.

"Gedung ini menjadi objek vital nasional, jadi keamanannya harus lebih ditingkatkan. Kalau tidak akan sangat berbahaya, karena siapapun dapat masuk dengan bermodalkan karcis saja," tuturnya.

Selain adanya manajemen keluar-masuk orang, pemisahan jenis kendaraan perlu dilakukan. Harus ada pemeriksaan dan akses masuk yang berbeda antara kendaraan roda dua, empat, enam atau lebih. Lokasi parkir kendaraan wajib dibedakan.

Terdapat konsekuensi dari meningkatnya sistem keamanan, terutama urusan anggaran. Sebab, perlengkapan keamanan yang sesuai standar memang tak murah. Maka perlu tambahan anggaran agar rencana terealisasi.

Selama tiga tahun terakhir, pihaknya berusaha mewujudkan pengamanan berkualitas yang disebut Grand Lancer Security. Nilai anggaran diperkirakan mencapai Rp 500 miliar. Uang dipakai bukan hanya untuk pengamanan di DPR, melainkan keseluruhan seperti rumah dinas, dan properti seperti Wisma Griya Sabha.

Anggaran juga dipakai menambah kuantitas sumber daya manusia, yang sekarang dinilai tak memadai. Nantinya, pengamanan akan terintegrasi secara online dan ada peralatan keamanan masuk ke area gedung, ruangan masing-masing, hingga tempat sidang. Perlengkapan ini bervariasi.

Untuk anggota DPR yang tidak ingin menggunakan kartu akses dapat menggunakan fingerprint atau fase detection. Sehingga, mereka dapat masuk ke area-area yang dikehendaki.

Secara bertahap, langkah peningkatan telah dilakukan. Pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017, pihaknya telah mengajukan anggaran keamanan sebesar Rp 100 miliar lebih. Dia berharap pengajuan itu disetujui, demi terwujudnya target pengelolaan keamanan yang sesuai standar pada 2019.

Namun, dia sadar saat ini terdapat penghematan anggaran di berbagai lembaga negara. Maka, jika tak disetujui, pihaknya berharap penambahan anggaran dibolehkan pada 2018. Herry yakin hal ini tak menjadi polemik di masyarakat. Sebab urusan keamanan pejabat negara merupakan hal yang prioritas.

"Jika tidak demikian, dampaknya akan sangat berbahaya, kalau terjadi sesuatu pasti kami yang akan disalahkan. Mau apapun pangkatnya di sini, kalau keamanannya hanya mengandalkan manusia tidak akan kuat, untuk itu harus dibantu dengan teknologi," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas