Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dibebaskan, Sudjana akan Buktikan Kalau Tanah itu Memang Miliknya

Sudjana yakin betul tanah seluas 4,1 hektar miliknya merupakan warisan keluarga berpuluh tahun lalu.

zoom-in Dibebaskan, Sudjana akan Buktikan Kalau Tanah itu Memang Miliknya
dok. KBR
Pembebasan Sudjana dari tahanan. 

TRIBUNNEWS.COM - Seorang petani di Desa Jambu, Kecamatan Wanareja, Cilacap, Jawa Tengah, Sudjana ditangkap lantaran dituduh melakukan penebangan liar di lahan Perhutani.

Padahal, Sudjana yakin betul tanah seluas 4,1 hektar miliknya merupakan warisan keluarga berpuluh tahun lalu. Lantas bagaimana kisah konflik Sudjana dan Perhutani?

Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).




“Sangat yakin dan sangat percaya, bahwa itu tanah Pak Sudjana dari keluarga. Karena bisa dilihat, fakta dan data yang nyata. Di situ kan ada tapal batas. Di peta kan juga masuk enclave. Jadi Pak Sudjana, yakin ini betul-betul warisan nenek moyang saya. Jadi berani melakukan penebangan,” ungkap Atwa Sarip.

Atwa Sarip, kemenakan Sudjana, yakin pamannya tak bersalah! Keyakinan itu didasarkan pada riwayat tanah itu sendiri.

Dimana pemiliknya adalah Arinta Senggal, orangtua Sudjana yang telah menggarap berpuluh tahun.

Juga, bukti Surat Pembayaran Pajak Terhutang (SPPT) lahan seluas 4,1 hektar yang terdiri dari tiga bidang.

BERITA TERKAIT

Dua atas nama Sudjana dan satu atas nama adiknya, Karsita. Di pedesaan, SPPT mafhum diakui sebagai surat kepemilikan lahan.

Tak hanya itu, bukti lainnya berupa Letter C dan surat keterangan kepala desa yang menyatakan bahwa tanah tersebut milik keluarga Sudjana.

Maka, bagi Atwa, wajar saja jika Sudjana menebang pohon pinus yang berada di lahannya untuk membuka lahan.

Tapi yang terjadi? Pria sepuh itu justru dianggap melakukan tindak pidana penebangan liar di kawasan hutan milik Perhutani. Hingga hari sial itu tiba, 15 Maret 2017, Sudjana ditangkap dan ditahan.

Kejadian yang menimpa Sudjana bermula dari tumbangnya dua pohon pinus di lahannya di Desa Jambu, Kecamatan Wanareja, Cilacap.

Saat itu September 2016, pohon bertumbangan karena puting beliung. Lantas oleh Sudjana, dua pohon dipotong.

Kemudian pada Januari 2017, ia kembali menebang 41 pohon pinus untuk membuka lahan.

Tiba-tiba pada 27 Februari 2017, lima petani termasuk Sudjana, dipanggil polisi. Mereka diminta keterangan sebagai saksi atas penebangan liar di lahan Perhutani.

Kelimanya yakni Sudjana sebagai pemilik, kemudian Tursino, Tono, Raskamto, dan Karpin sebagai pekerja.

Tak sampai tiga pekan setelah kejadian, dia didatangi mandor Perhutani dan polisi di rumahnya dan lantas diboyong ke kantor BKPH (Bagian Kesatuan Pemangku Hutan) Wanareja. Rupanya, Rabu itu, Sudjana ditangkap dan dijebloskan ke bui.

“Tahu-tahu datang 7 orang polisi. Tidak ada pemberitahuaan dan mereka diam semua, tidak ada yang bergerak, tidak ada yang bicara. Pak Sudjana juga tidak mau naik mobil (polisi). Pak Sudjana naik motornya sendiri. Saya tidak tahu dia ditangkap, sebab dia naik motor,” kata Keponakan Sudjana, Sucipto.

Sukoyo, anak Sudjana, tak menyangka ayahnya bakal ditangkap hari itu. Sebab, tak ada surat penangkapan diberikan.

Dari pengakuan adiknya, surat penangkapan diberikan saat berada di kantor Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Wanareja.

“Jadi bapak dibawanya ke Kantor Perhutani. Ke-Asper-an. Nah, di situ, adik datang, dan disuruh menandatangani surat penangkapan. Saya besok paginya, sore malah, baru bisa menemui bapak,” ujar Sukoyo.

Dalam salinan surat penangkapan yang diperoleh KBR, Sudjana disangka melakukan tindak pidana melakukan penebangan pohon di kawasan hutan secara tidak sah.

Sebagaimana dalam pasal 82 ayat 1 huruf C Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusahan Hutan. Hukuman yang diberikan bisa lima tahun penjara.

Hanya saja, perwakilan Perhutani Heri Nur Afandi, mengatakan pelaporan atas Sudjana dilakukan karena pria berusia 74 tahun itu, tak kooperatif alias tak datang saat diajak bicara di kantor BKPH Wanareja pasca penebangan pohon pinus Januari lalu. 

“Terkait penangkapan kasus Pak Sudjan, kami menangkap karena terjadi kasus illegal loging. Itu berarti pohon yang ditanam berada di kawasan hutan. Kenapa saya bersikukuh itu berada di kawasan hutan. Karena secara fisik dan secara administrasi, itu berada di kawasan hutan. Bahwa kami punya dokumen mengenai Berita Acara Tukar Menukar,” jelas Heri Nur Afandi.

Direktur LBH Yogyakarta, Hamzal Wahyudin, menyebut penahanan terhadap Sudjana melanggar prosedur. Pasalnya, dia langsung ditahan sementara statusnya masih sebagai saksi.

“Jadi tidak sembarangan, Pak Sudjana itu langsung ditangkap. Ditahan. Ini kan sengaja. Saya melihat bahwa penyidik, ada sedikit, nggak tahu apakah dia ini dipressure oleh pihak Perhutani, atau memang ada kepentingan dibalik itu. Sehingga dia langsung melakukan penangkapan. Tidak mengikuti prosedur yang seharusnya. Harusnya dia membuat panggilan kepada Pak Sudjana sebagai tersangka,” beber Hamzal.

Namun sore di penghujung Maret 2017, Sudjana dibebaskan dengan alasan usianya yang sepuh.

Pendamping hukum Sudjana, Direktur LSM Serikat Tani Mandiri (SeTAM) Cilacap, Petrus Sugeng, menjamin kliennya takkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatan yang disangkakan.

“Tadi jam 14.20 WIB, dengan alasan sudah tua, uzur usianya, Pak Sudjana keluar dari sel tahanan Polres Cilacap yang dititipkan di Polsek Cilacap Selatan. Dijemput oleh keluarga Pak Sudjana, LBH Wahana Cilacap, kita dari LSM Serikat Tani Mandiri, kemudian anak-anak PMII Cilacap. Pak Sudjana langsung pulang,” ujar Petus Sugeng

Pembebasan Sudjana, melegakan keluarganya dan tim advokasi. Akan tetapi mereka sadar, pembebasan ini bukan akhir dari seteru dengan Perhutani. Sebab, pengadilan akan menjadi ajang pertarungan berikutnya.

Direktur LBH Yogyakarta, Hamzal Wahyuddin, mengatakan pihaknya akan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Cilacap untuk membuktikan kepemilikan lahan yang disengketakan antara Sudjana dengan Perhutani.

Gugatan perdata tersebut, berisi permintaan agar pengadilan bisa membuktikan kepemilikan lahan yang sah. Pasalnya, Sudjana memiliki bukti yang kuat.

“Ketika kita akan mengajukan Perdata, artinya kita akan mengajukan permohonan, misalnya kalau proses pemeriksaannya masih ada di kepolisian, maka kita minta kepolisian agar prosesnya dihentikan terlebih dahulu, perkaranya Pak Sudjana, sampai ada keputusan pengadilan sampai adanya keputusan terkait status hak milik,” tegas Hamzal.

Direktur LSM Serikat Tani Mandiri (SeTAM) Cilacap, Petrus Sugeng, juga menyebut jika gugatan mereka dimenangkan maka bisa membuka borok Perhutani yang kerap menyerobot dan mengklaim lahan petani kecil.

“Atau membuktikan kebobrokan Perhutani, atau kerakusan Perhutani terhadap tanah-tanah warga masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan. Ini akan kita jadikan pintu masuk, untuk membuka tabir, untuk membuka kasus-kasus yang lain. Yang notabene sama, perampasan tanah milik warga masyarakat yang berada di kawasan hutan,” kata Direktur LSM SeTAM, Petrus Sugeng.

Admin: Sponsored Content
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas