DPR Pertanyakan Pola Penghukuman Kasus Peredaran Narkoba di Kepri
Pasalnya berdasarkan data Kementerian Hukum dan HAM RI, lapas sudah over kapasitas, bahkan dalam dua bulan terakhir naik sekitar 20 ribu lebih.
TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Anggota Komisi III DPR RI Dwi Ria Latifa mempertanyakan pola pengawasan, pola penyelidikan dan penyidikan sampai di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) mengenai peredaran narkoba dan pengawasan orang asing di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Pasalnya berdasarkan data Kementerian Hukum dan HAM RI, lapas sudah over kapasitas, bahkan dalam dua bulan terakhir naik sekitar 20 ribu lebih. Dan over kapasitas dalam setiap lapas ini adalah karena kasus narkoba.
"Oleh karena itu dalam pertemuan ini kami ingin mendapatkan informasi mengenai pola pengawasan, pola penyelidikan dan penyidikan sampai di dalam lapas itu sendiri khusus mengenai peredaran narkoba dan pengawasan orang asing di Kepulauan Riau," kata Dwi Ria Latifa saat pertemuan Tim Komisi III dengan Kapolda, Kepala BNN dan Kakanwil Kumham Provinsi Riau di Kantor Polda Kepri, Batam, Kamis (13/4/2017).
"Jadi, apakah memang pola rehabilitasi, pola penghukuman pada para pemakai yang mungkin sifatnya lebih bisa direhabilitasi apakah di sini diterapkan dan apakah penerapan itu kemudian berdampak positif dan lapas menjadi tidak over kapasitas," tambah anggota dewan dari dapil Kepri ini.
Dalam pertemuan tim Komisi III yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa tersebut, ia mengharapkan ketiga institusi ini, yaitu Kepolisian, BNN dan Kementerian Hukum dan HAM untuk saling bersinergi dan pola pengawasan yang dilakukan tidak bersifat normatif.
"Karena ini memang satu sinergi bagian dari institusi yang menangani peredaran narkoba bahkan penanganan kasus-kasus kejahatan yang melibatkan mereka yang melakukan tindak pidana sampai masuk penanganan di dalam lapas," papar Mahesa.
Lebih lanjut, ia menginformasikan bahwa pembentukan lapas rehabilitasi bagi kasus narkoba sedang dikaji.
"Kalau rehabilitasi di dalam lapas, informasi dari Pak Budi Wasesa (Kepala BNN) itu bukan rehabilitasi," imbuh Mahesa.
Yang terjadi di dalam lapas itu justru lebih mendalam, lanjut Dwi Ria Latifa.
"Yang tadinya tidak terkontaminasi jadi terkontaminasi karena saking padatnya kapasitas lapas," tandas Latifa.
Bayangkan, katanya, dalam satu kamar yang harusnya dihuni sekitar 5 orang diisi oleh puluhan orang, bahkan tidur pun harus berdiri.
Menurutnya, over kapasitas itu juga membuat peredaran di dalam lapas cukup tinggi. Karena para bandarnya bisa dengan leluasa menggunakan Handphone untuk menawarkan dengan berbagai modus memasarkan narkoba ke dalam lapas.
"Ini yang menurut saya harus menjadi perhatian serius di dalam sistem penanganan secara komprehensif dan sistem bagaimana pola penyelesaian kasus-kasus ini ditahap penyelidikan sampai tahap penyidikan sehingga keputusan yang dibuat hakim itu apakah ini direhab, apakah ini masuk dalam lapas yang malah menjadi boomerang yang menjadikan semakin banyak pecandu narkoba," ungkap Latifa. (Pemberitaan DPR RI)