Berlebihan Rencana DPR Pakai Hak Angket Pemeriksaan Miryam oleh KPK
Pengguliran hak angket menurut Irmanputra Sidin, tidak bagus guna masa depan penegakan hukum di Indonesia.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terlalu berlebihan kalau rekaman pemeriksaan mantan Anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus diangketkan.
Demikian menurut Pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin kepada Tribunnews.com, Kamis (20/4/2017).
"Saya kira terlalu berlebihan kalau kemudian kasus pemeriksaan Miryam oleh KPK harus diangketkan," ujar Irmanputra Sidin.
DPR RI berencana menggulirkan hak angket untuk meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani.
Pengguliran hak angket menurut Irmanputra Sidin, tidak bagus guna masa depan penegakan hukum di Indonesia.
Termasuk masa depan KPK dalam pemberantasan korupsi di tanah air.
Lebih lanjut ia menjelaskan, hak angket ini akan bisa berubah sebagai instrumen intervensi politik terhadap KPK.
"Bahkan bisa menjadi istrumen yang "intimidatif" yang justru tidak hanya kontraproduktif buat KPK namun juga kontraproduktif buat DPR sendiri," katanya.
Sebelumnya, usulan pengajuan hak angket itu diputuskan pada Rapat Dengar Pendapat Komisi III dan KPK yang selesai digelar, Rabu (19/4/2017) dini hari.
Mayoritas fraksi menyetujui pengajuan hak angket tersebut.
Usulan itu dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK.
Alasannya, dalam persidangan disebutkan bahwa Miryam mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III.
Namun, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyatakan pihaknya tak bisa membuka rekaman kesaksian Miryam.
Setelah berkonsultasi dengan jaksa KPK, keterangan dalam dakwaan persidangan disebut telah dibuktikan melalui pernyataan lebih dari satu saksi. Kebenaran hal itu menurutnya dapat diuji di persidangan.
"Mohon maaf rekaman tidak bisa kami berikan," ujar Laode.