Kasus Suap Bakamla, KPK Periksa Nofel Hasan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Nofel Hasan (NH) Kabiro Perencanaan dan Organisasi Bakamla
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Nofel Hasan (NH) Kabiro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, tersangka baru dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan satelit monitoring di Bakamla, hari ini Rabu (26/4/2017).
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan perdana setelah sebelumnya Nofel Hasan ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (12/4/2017) silam.
"Hari ini kami periksa NH sebagai tersangka, ini pemeriksaan perdana," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Selain memeriksa Nofel Hasan, penyidik juga memeriksa saksi lain yaitu Syukri Gunawan, Direktur Utama PT Merial Esa untuk tersangka Nofel Hasan.
Sebelumnya beberapa saksi juga sudah diperiksa, diantaranya anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar, Fayakhun Andriadi yang diperiksa Selasa (25/4/2017) kemarin.
Dalam kasus ini, Fayakhun yang juga Ketua DPD DKI Jakarta Partai Golkar itu disebut oleh Fahmi Darmawansyah, Direktur PT Merial Esa turut menerima uang yang dia titipkan ke politikus PDIP Fahmi Habsyi atau Ali Fahmi untuk keperluan proyek pengadaan senilai Rp 200 miliar.
Untuk diketahui dalam pengadaan alat satelit monitoring Bakamla tahun anggaran 2016, PT Melati Technofo Indonesia (PT MTI) merupakan perusahaan yang memenangkan tender tersebut. Namun, pemenangan tender tidak berjalan mulus.
Demi memenangkan tender, tiga petinggi PT MTI, yakni Fahmi Dharmawansyah, M. Adami Okta, dan Stefanus Hardy diduga melakukan suap ke sejumlah pejabat Bakamla.
Ketiganya lalu diciduk melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan ketiga petinggi PT MTI itu ditetapkan tersangka oleh KPK sebagai pemberi suap.
Selain itu, KPK juga menetapkan tersangka terhadap pejabat Bakamla yakni Kabiro Perencanaan Organisasi Bakamla, Nofel Hasan dan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi, keduanya diduga menerima suap dari proyek satelit monitoring dari Dirut PT Merial Esa, Fahmi Dharmawansyah.
"NH diduga menerima 104.500 dolar AS dari nilai kontrak sebesar Rp 220 miliar. Pemberian hadiah itu untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya terkait proses pengadaan satelit monitor di Bakamla," ungkap Febri.
Atas perbuatannya, Novel disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terpisah POM TNI juga menetapkan satu tersangka dari kalangan militer yakni, Direktur Data dan Informasi Bakamla, Laksmana Pertama Bambang Udoyo.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.