Hak Angket e-KTP Sama Saja Melemahkan KPK
DPR seharusnya tidak bersikeras mengajukan hak angket kasus dugaan korupsi KTP elektronik untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR seharusnya tidak bersikeras mengajukan hak angket kasus dugaan korupsi KTP elektronik untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan Anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani.
Sebab kini kasus dugaan korupsi tersebut sudah masuk kepada proses hukum dan bukan lagi politik.
Pakar Hukum Universitas Trisakti Yenti Garnasih menjelaskan rekaman hasil penyidikan adalah substansi hukum dan merupakan ranah penegakan hukum.
"Mestinya tidak boleh diangkat dan menurut saya, hal ini bisa diasumsikan pengintervensian atas proses hukum," kata mantan panitia seleksi komisioner KPK ini.
Yenti Ganarsih menjelaskan, proses pemeriksaan itu pasti berkaitan dengan strategi pemeriksaan untuk pengungkapan kasus e-KTP.
"Jadi bisa mengganggu dan jangan merugikan upaya pengungkapan kasus. Kok ternyata DPR bersikukuh, ada apa sih," ujarnya.
Surat pengajuan hak angket terhadap KPK dari Komisi III DPR sudah disampaikan kepada Pimpinan DPR.
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menuturkan, surat itu akan dibacakan pada sidang paripurna DPR RI hari ini.
"Yang jelas surat dari Komisi III kami perlu baca besok, karena surat sudah masuk," kata Fahri.
Namun, pimpinan DPR baru menerima surat usulan hak angket sebagai usulan komisi. Sedangkan tanda tangan masih digulirkan.
Sedikitnya, tercatat 26 anggota Komisi III dari lintas fraksi sudah menandatangani angket tersebut.
Baca: Jadi Buruan Interpol, Miryam Diminta Menyerah
SBY Tolak Hak Angket
Fraksi Partai Demokrat menyatakan menolak usulan hak angket terhadap KPK.
Wakil Ketua Fraksi PD Benny K Harman menyebut keputusan ini sesuai dengan perintah Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Pimpinan Fraksi PD telah melakukan konsultasi khusus dengan Ketum DPP, mengingat penggunaan hak angket telah menjadi masalah sangat serius dan telah menjadi perhatian luas masyarakat," ujar Benny.
"Hak angket bisa mengarah pada pelemahan KPK dalam upaya penegakan hukum pemberantasan korupsi," tambah Benny.
Menurut dia, hak angket KPK tidak tepat digulirkan saat ini. Apalagi KPK saat ini sedang sibuk menangani banyak kasus dengan penyelewengan anggaran besar.
"Fraksi Partai Demokrat berpendapat penggunaan hak angket pada saat ini tidak tepat waktu," katanya.
Untuk itu, Demokrat menegaskan pihaknya tidak setuju digulirkannya hak angket KPK.
"Sikap fraksi Partai Demokrat jelas tidak setuju dengan penggunaaan hak angket tersebut," kata Benny.
Fraksi Partai Demokrat berpandangan klarifikasi terhadap penggunaan kewenangan-kewenangan luar biasa yang saat ini dimiliki KPK dalam pemberantasan korupsi adalah sebuah keniscayaan.
"Namun hal tersebut dapat dilakukan dengan cara dan mekanisme yang lain yang dimungkinkan UU tanpa menganggu iklim pemberantasan korupsi," kata Benny.
Sekretaris Fraksi Demokrat, Didik Mukriyanto menambahkan, pihaknya akan menegur anggotanya yang di tengah jalan mendukung hak angket tersebut.
Ia meyakini semua anggota Fraksi Demokrat akan mematuhi instruksi fraksi.
"Jika nanti ada yang mendukung, kami evaluasi, kami beri teguran dan bisa kami berikan sanksi pula," lanjut Didik.
PKB-Gerindra Tolak Hak Angket
Selain Partai Demokrat, fraksi PKB juga menolak usulan hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wasekjen PKB Daniel Johan memerintahkan kepada seluruh anggota fraksi untuk menolak.
"Menurut PKB langkah beberapa anggota DPR yang mengajukan angket rekaman KPK tersebut tidak dalam koridor tugas DPR," kata Daniel.
Daniel mengatakan PKB menyerahkan sepenuhnya kepada sistem pengadilan berjalan. Sedangkan DPR dapat mengawal proses di pengadilan tersebut.
Bila hak angket terbentuk, kata Daniel, KPK dapat menolak hal tersebut karena UU Keterbukaan Informasi mengatur informasi dalam penyelidikan dan penyidikan adalah informasi yang dikecualikan untuk dibuka kepada publik.
Baca: Jejak Terakhir Miryam di Bandung
"Seperti yang termaktub dalam Asas UU KIP Pasal. 2 ayat (4) UU no 14/2008 tentang pengecualian informasi public yang bersifat rahasia berdasarkan UU," kata Daniel.
Daniel menuturkan pihak yang berwenang membuka rekaman hanya pengadilan yang sekarang sedang menyidangkan perkara e-KTP.
"PKB menyarankan perkembangan penyelesaian kasus ini bisa diselesaikan di internal Komisi III saja," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR itu.
Daniel menegaskan PKB mendukung langkah KPK dalam menyelesaikan beberapa kasus besar yang menjadi perhatian publik, terutama kasus e-KTP.
"Dan kami berharap segera diungkap kebenaran dalam proses persidangan yang sudah berjalan," kata Daniel.
Sementara itu Sekretaris Fraksi Gerindra Fary Djemy Francis mengaku belum melihat surat edaran tanda tangan dukungan hak angket.
"Kalau fraksi tidak ada. Diperintahkan untuk tidak. Tapi saya tidak tahu setahu saya tidak ada tanda tangan," kata Fary.
Fary mengaku belum mengetahui adanya anggota Fraksi Gerindra yang mendatangani usulan hak angket selain Desmond J Mahesa.
Desmond merupakan Wakil Ketua Komisi III DPR.
Fraksi Gerindra, kata Fary, melihat Komisi III DPR cukup memanggil KPK kembali melalui rapat dengar pendapat.
Gerindra juga belum melihat hak angket sesuai dengan UU MD3 yakni potensi melanggar UU dan berdampak strategis bagi masyarakat umum.
"Kalau hanya ingin mendapat informasi kan sudah pernah dipanggil, ya panggil lagi. Sementara itu saja. Saya kira kan KPK sekarang sedang menangani secara hukum ya. Jadi jangan diganggu dulu lah," kata Fary.
Mengenai usulan hak angket oleh Desmond J Mahesa, Fary melihat hal itu sebagai pimpinan Komisi III serta namanya disebut sebagai pihak yang menekan Miryam S Haryani.
"Tapi kan sebagai fraksi belum menyatakan pendapat, dan pendapat fraksi sampai sekarang ini menolak," kata Fary. (fer/jar/mal/wly)