Hak Angket KPK, Pemuda Muhammadiyah Ibaratkan Musa Lawan Firaun
Hal itu dikatakan Ketua PP Pemuda Muhamadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak melalui pesan singkat
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Hak angket KPK yang diinisiasi oleh anggota DPR dinilai sebagai praktik politisasi dan tekanan terhadap KPK terkait kasus e-KTP. Hal itu dikatakan Ketua PP Pemuda Muhamadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak melalui pesan singkat, Jumat (28/4/2017).
"Usulan hak angket terhadap KPK yang dilakukan beberapa anggota DPR RI menunjukkan, bahwa agenda pemberantasan korupsi di Indonesia, saya ibaratkan bak perjuangan Musa melawan Firaun, hanya kepercayaan kepada yang "Maha Kuasa" yang bisa membuat KPK percaya terus bisa dan berani melawan praktik korupsi yang sistematis, terstruktur dan massif tersebut," jelas Dahnil.
Dahnil mengibaratkan korupsi yang digawangi oleh para bandit-bandit politik yang bak Firaun merasa sangat berkuasa dan bisa melakukan apapun tanpa peduli dengan hukum yang berlaku. Mereka, kata Dahnil, tidak peduli dengan ada yang maha berkuasa dan mengawasi yakni Tuhan yang maha esa, Allah SWT.
"Jadi, Hak angket DPR yang diinisiasi oleh beberapa pihak ini bagi saya adalah tekanan DPR khususnya mereka yang menandatangani angket, karena tidak semua mendukung Hak angket tersebut, terhadap KPK terkait dengan kasus E-KTP yang melibatkan banyak politisi Senayan itu, bahkan diduga melibatkan Ketua DPR RI Setya Novanto," ungkap Dahnil.
Dahnil menyebut kondisi KPK saat ini sangat suram, diserang dan dirusak dari dalam dan luar. Salah satunya melalui hak Angket ini.
Bila politisi DPR itu peduli dengan agenda perlawanan korupsi dan ingin memperbaiki dan mendukung KPK, Dahnil pun mempertanyakan alasan tidak membuat hak angket kepada polisi atau aparat keamanan lainnya terkait Novel Baswedan. Pasalnya, sampai saat ini kasus Novel tidak berhasil diungkap oleh pihak kepolisian.
"Artinya ada sesuatu yang tidak beres dalam penanganan kasus Penyerangan terhadap novel tersebut, tapi kan mereka tidak lakukan bahkan cenderung tidak peduli. Maka saatnya, publik bergandeng tangan melawan menyelamatkan agenda pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Dahnil.