Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar: Presiden Saja Tidak Bisa Intervensi KPK, apalagi DPR

Ia menganggap munculnya hak angket ini menandakan kekhawatiran anggota DPR atas kasus tersebut.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pakar: Presiden Saja Tidak Bisa Intervensi KPK, apalagi DPR
TRIBUNNEWS.COM/Amriyono Prakoso
Abdul Fickar Hajar 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, hak angket yang diajukan DPR RI tak akan mengubah sikap Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ia mengatakan, DPR tidak bisa mengintervensi KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II DPR RI, Miryam S Haryani, kepada publik.

"Presiden sekalipun sebagai kepala eksekutif tidak bisa mengintervensi KPK, apalagi DPR," ujar Fickar melalui siaran pers, Jumat (28/4/2017).

Fickar menganggap keputusan persetujuan hak angket terlalu terburu-buru tanpa mempertimbangkan hal-hal yang diatur dalam undang-undang. 

Meski hak angket merupakan hak konstitusional DPR, tetapi juga fungsi pengawasan kekuasaan legislatif terhadap eksekutif.

Sementara, KPK merupakan lembaga penegak hukum yang independen. Siapapun, kata dia, tidak bisa mencampuri wilayah hukum lembaga penegak hukum manapun.

"Dalam konteks fungsinya sebagai penegak hukum, KPK termasuk kekuasaan kehakiman yang harus bebas dari segala intervensi kekuasaan lain, yaitu eksekutif dan legislatif," kata Fickar.

Berita Rekomendasi

Fickar mengatakan, jika DPR RI memaksakan hak angket, menandakan adanya pemaksaan kekuasaan politik terhadap kekuasaan juridis.

Intervensi seperti itu harus ditolak.

Ia menganggap hal ini dapat meruntuhkan martabat Indonesia sebagai negara yang berlandaskan hukum.

"Tindakan ini bukan saja pelemahan kepada KPK tapi juga pada kekuasaan kehakiman secara keseluruhan," kata Fickar.

Penanganan kasus e-KTP, kata Fickar, harus tetap bergulir dan dikembangkan meski KPK terus "digoyang".

Ia menganggap munculnya hak angket ini menandakan kekhawatiran anggota DPR atas kasus tersebut.

Mengenai perbedaan sikap atas hak angket, menurut Fickar, hanya pada kepentingan pragmatis yang menguntungkan partainya atau tidak.

"Selebihnya para legislator itu sama saja kepentingan pragmatisnya, tanpa menafikan masih banyak legislator yang idealis," kata dia.

Rapat paripurna DPR menyetujui usulan hak angket yang ditujukan kepada KPK pada Jumat siang.

Meski sejumlah fraksi menolak, namun rapat paripurna tetap menyetujui usulan hak angket yang ditandatangani 25 anggota dari delapan fraksi itu.

Sejumlah fraksi yang menyampaikan penolakannya, yaitu Fraksi Demokrat, Fraksi PKB dan Fraksi Gerindra.

Usul penggunaan hak angket muncul dalam rapat dengar pendapat Komisi III bersama KPK yang berlangsung pada 18-19 April lalu.

Dalam pertemuan itu, Komisi III mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani, anggota DPR yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.(Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas