Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

'Hak Angket KPK Bukan soal e-KTP, Tapi sebagai Bentuk Kontrol'

Ahmad Sahroni menegaskan bahwa keputusan paripurna terkait hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merupakan bentuk kontrol dan pengawasan.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Dewi Agustina
zoom-in 'Hak Angket KPK Bukan soal e-KTP, Tapi sebagai Bentuk Kontrol'
IST
Anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai NasDem, Ahmad Sahroni menegaskan bahwa keputusan paripurna terkait hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merupakan bentuk kontrol dan pengawasan.

"Angket ini bukan soal e-KTP, bukan soal BLBI, ini murni sebagai bentuk pengawasan dan kontrol terhadap kinerja KPK sebagai mitra kerja kami, yang selama ini belum terjawab dalam rapat-rapat dengan Komisi III," kata Sahroni lewat pesan singkat kepada wartawan, Minggu (30/4/2017).

Dia menyayangkan opini yang berkembang selama ini masyarakat, dimana melalui hak angket tersebut menjadi salah satu upaya untuk melemahkan KPK.

"Kita sebagai pengawas, dan kita mau meminta pertanggungjawaban. Tapi opini yang berkembang justru DPR akan melemahkan KPK," katanya.

Sahroni meyakini, bergulirnya hak angket ini nantinya tidak akan mengganggu proses penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK, termasuk kasus e-KTP.

Bahkan, dia mendukung agar kasus-kasus yang tengah ditangani KPK untuk segera dituntaskan.

Berita Rekomendasi

"Kita tidak mau mencampuri semua kasus hukum yang sedang ditangani KPK. Tujuan kita mau melakukan pengawasan sebagai mitra kerja," tegasnya.

Sementara itu, pakar hukum tata negara, Margarito Kamis mengatakan bahwa dari sisi hukum hak angket tersebut konstitusional.

Guna memastikan fungsi-fungsi penyelenggaraan kenegaraan berlangsung akuntabel, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Hak angket adalah cara untuk memastikan fungsi-fungsi negara berlangsung dalam kerangka rule of law, bukan maunya sendiri," katanya.

Menurutnya, keberadaan hak angket jangan dikhawatirkan untuk melemahkan KPK.

"Cuma minta klarifikasi dan membuktikan data dan fakta yang dimiliki DPR. Tinggal dijawab saja. Apa yang perlu ditakuti? Cuma itu doang," tuturnya.

Pengajuan hak angket, kata dia, justru ingin menguji kejujuran KPK.

"Kalau jujur pasti tak ada rasa takut kepada siapa pun. Kenapa harus dipikirkan bahwa ini akan melemahkan. Ini kan tidak," ujarnya.

Margarito menegaskan, di dalam prespektif negara hukum demokratis, hak angket sangat wajar dan biasa saja.

"Dan KPK tidak perlu merasa kebakaran jenggot. Itu bukan tindakan yang mengintervensi proses penegakan hukum," katanya.

Baca: Presiden Saja Tak Punya Hak Meminta Hasil Rekaman Pemeriksaan Miryam, Apalagi DPR

Diketahui, KPK dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan.

KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun.

KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya.

Penjelasan undang-undang menyebutkan peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.

Adapun tugas KPK yang adalah koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK); supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK; melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam pelaksanaannya tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proposionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada presiden, DPR, dan BPK.

"Jika KPK sudah melenceng dari yang tersebut di atas, saya setuju soal hak angket DPR," kata Margarito.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas