Musabaqoh Kitab Kuning Masuk Kampus
Ketika radikalisasi melanda sebagian kalangan muda, kitab kuning terasa urgen untuk dikembangkan di kampus-kampus.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Dewan Koordinasi Nasional (DKN) Garda Bangsa kembali membuat banyak orang tercengang.
Setelah sukses menggelar Mushabakoh Kitab Kuning (MKK) di seluruh pondok pesantren (Ponpes) se-Indonesia, kini DKN Garda Bangsa memasukan Kitab Kuning ke dalam kampus dengan tema 'kitab kuning go to campus''.
Acara 'kitab kuning go to campus' yang dihelat di masjid raya kampus Universitas Indonesia (UI), Rabu (3/5/2017), berlangsung meriah. Diikuti ratusan mahasiswa dari perguruan tinggi yang berada di seputaran Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek).
Menurut Ketua Umum (Ketum) DKN Garda Bangsa, Cucun Ahmad Syamsurijal, kegiatan 'kitab kuning go to campus' dalam rangka menghadirkan khazanah literatur Islam untuk menjawab problem-problem kebangsaan saat ini seperti menangkal pemikiran radikal dan menghadirkan kajian komprehensif terhadap kitab kuning sebagai bentuk “wacana tanding” terhadap paham radikal terutama di kalangan anak muda sekaligus membentengi anak muda dari pemikiran-pemikiran keagaman yang esklusif dan ekstremis.
"Anak muda adalah bagian masyarakat paling rentan terhadap pengaruh radikalisme. Kebanyakan pelaku aksi ekstrem dan radikal adalah anak muda yang berusia 15 sampai 40-an tahun," kata Cucun,
Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) DPR RI itu menegaskan, tanpa kitab kuning sudah dapat dipastikan penyebaran Islam di Indonesia akan mengalami hambatan. Sebab, kitab kuning merupakan bentuk tranformasi kaum santri yang beragam latar belakang.
"Sayangnya kemudian kitab kuning seperti dilupakan. Anak muda sedikit yang mengenal kitab kuning. Kerentanan anak muda tersebut kemudian dimanfaatkan kelompok dan sel radikal dan teroristik dengan mereka menjadikan anak muda sebagai target utama rekrutmen untuk melakukan program mereka," tutur Cucun.
Cucun berkata, kitab kuning adalah khazanah multi dimensi. Ketika radikalisasi melanda sebagian kalangan muda, kitab kuning terasa urgen untuk dikembangkan di kampus-kampus, baik kampus agama maupun kampus umum.
"Kitab kuning juga tak melulu berisi fikih normative yang mengajarkan sesuatu harus sesuai teks. Kitab kuning juga membaca realitas melalui ushul fikih dan tasawuf. Maka, kita lihat bahwa dalam penyebaran Islam di Indonesia tak terdapat radikalisasi," ucapnya.
Ia menambahkan, dalam diri kitab kuning teruntai sanad muttashil sampai Rasulullah. Sanad Muttashil ini masih ditambah syarat mu’tabarah sebagai faktor lain sebuah karya keagamaan terjaga dari tutur dan olah pikir tak bertanggung jawab.
Sanad muttashil takkan bisa tercapai tanpa adanya talaqqi (tranformasi pembelajaran dengan tatap muka). Talaqqi, sanad dan muktabarah merupakan tiga syarat keilmuan yang akan menghasilkan proses sebuah ajaran agama tetap orisinal dan obyektif.
"Dengan talaqqi seorang murid dapat memahami pengetahuan sebuah kitab sesuai mushonnif (pengarang) dan pengembangan wawasan dari ulama pengajarnya," katanya.
Para ulama inilah, kata Cucun, yang mentransformasi kitab kuning menjadi ilmu hal sesuai prioritas manusianya. Seorang adipati akan diajari fikih siyasah Ahkamus Sulthoniyah dan nashihatul muluk, sementara seorang rakyat akan diajari adab seorang ra’in melalui Risalah Qusyairiyah atau Minhajul Abidin. Kitab kuning juga cocok dengan dunia akademisi yang multi interpretatif.
"Kegiatan Kitab kuning go to campus ini sekaligus sebagai babak semifinal Musabaqoh Kitab kuning yang telah dilaksanakan babak penyisihannya di lebih dari 100 kota /kabupaten seluruh Indonesia yang telah diikuti oleh lebih dari 2000 pelajar putra dan putri," katanya.
Musabaqoh kitab kuning go to campus UI diikuti oleh ratusan mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi dan pelajar Islam se Jabodetabek.
Dalam Acara ini peserta akan mengikuti lomba 4 kitab: Ihya ulummudin dan Alfiyah ibnu malik untuk katagori Ulya. Sedangkan untuk katagori Ula, peserta akan mengikuti lomba baca kitab ftahul qorin dan juga nadhom imritfi. Sedangkan dewan juri berasal dari imam masjid Ukhuwah Islamiyah UI dan Lembaga Bahtsul Masail PBNU.