Hak Angket KPK Harus Diproses Secara Kolektif Kolegial
Agus Hermanto mengatakan proses hak angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dilaksanakan secara kolektif kolegial.
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto mengatakan proses hak angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dilaksanakan secara kolektif kolegial. Sebab, hak angket adalah kewenangan yang melekat pada setiap anggota DPR.
"Kita adalah DPR, semuanya akan kita laksanakan sesuai kolektif kolegial, sehingga kalau ada usulan untuk membatalkan hak angket, harus kita rembuk dan bicarakan secara penuh karena pembentukan hak angket pansus sudah diketok," ungkap Agus di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (15/05/2017).
Lebih lanjut, Agus menimpali proses panitia khusus hak angket tinggal menunggu nama anggota pansus dari masing-masing Fraksi.
Apakah akan dilanjutkan atau tidak, menurutnya tergantung dari keputusan dari dewan secara menyeluruh.
Sebagaimana diketahui, jelang pembukaan masa sidang sejumlah fraksi berbalik badan menolak usulan hak angket KPK.
"Saya melihat banyak Fraksi tidak menyetujui. Jika separuhnya tidak setuju kan tidak mungkin kuorum sehingga apakah nanti akan kuorum atau tidak, kita lihat perjalanannya nanti," tekannya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan KPK tidak perlu takut dan harus menghormati keputusan DPR.
Ia berharap, nantinya, seluruh fraksi dapat mengirimkan sejumlah nama sehingga pansus bisa dibentuk.
"Bikin saja angketnya dulu, nanti ada metode rapatnya, saya yakin kalau KPK ngerti hukum maka akan ikut saja. Sebab, lembaga pengawas tertinggi di negara kita ini adalah DPR," urai Fahri.
Di sisi lain, Fahri menyayangkan sikap KPK yang seolah-olah tidak ingin dievaluasi. Menurutnya, kewenangan tertinggi untuk melakukan pemberantasan korupsi justru berada di tangan Presiden.
Presiden, lanjutnya, adalah induk dari seluruh kewenangan yang dipilih rakyat untuk mengeksekusi semua program, termasuk kampanye anti korupsi.
"Jangan KPK ambil alih donk, konsultasi sama presiden gak pernah, rapat sama presiden gak pernah. Sekarang sudah mulai konflik, karena presiden diseret-seret kan jadi kacau," imbuhnya. (Pemberitaan DPR RI)