Pemerintah Harus Lakukan Pemerataan Akses Layanan Kesehatan Hingga Pelosok
Jangan sampai program ini hanya dinikmati oleh masyarakat di perkotaan saja tapi juga di daerah
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Pusat Kajian Kebijakan Reformasi Sistem Kesehatan dr Luthfi Mardiansyah menyatakan, meski jumlah peserta BPJS kesehatan terus mengalami peningkatan, sayang tidak sebanding dengan akses yang didapat oleh masyarakat.
Layanan ini lebih banyak dapat diakses bagi masyarakat yang tinggal perkotaan sedangkan masyarakat yang tinggal di pedesaan terlalu susah untuk menjangkau layanan kesehatan tersebut, karena adanya sistem rujukan atau akses layanan kesehatan yang belum memadai.
"Perlu sesegera mungkin melakukan pemerataan akses layanan kesehatan bagi peserta di seluruh pelosok," katanya dalam forum diskusi dengan tema Kritik Konstruktif Kebijakan Sistem Kesehatan Nasional , di Jakarta, Rabu(17/5/2017).
Ia mengingatkan, jangan sampai program ini hanya dinikmati oleh masyarakat di perkotaan saja tapi juga di daerah dan mengoptimalkan layanan promotif dan preventif bagi kesehatan masyarakat.
Selain melakukan pemerataan akses layanan, BPJS Kesehatan seharusnya juga mengoptimalkan program promotif dan preventif seperti penyuluhan kesehatan perorangan dan pelayanan skrining kesehatan guna mengatasi defisit yang dialaminya sejak tahun 2014.
Tercatat, sampai akhir tahun 2016, nilainya sudah mencapai 9,75 triliun.
"Kenapa defisit, karena promotif dan preventifnya belum berjalan dengan baik," tegasnya.
Luthfi menjelaskan, ada 4 penyakit serius yang dijamin oleh BPJS, antara lain Kanker, Jantung, Ginjal (termasuk cuci darah/hemodialisa) dan Diabetes.
"Kanker dan gagal ginjal yang berujung pada cuci darah merupakan penyakit yang amat menguras biaya. Bayangkan saja setiap pasien harus menjalani 8 kali hemodialisa perbulan dengan biaya antara Rp 800rban - Rp 2 jt setiap kali perawatan," katanya.
Jika saja upaya promotif dan preventif dikedepankan, masyarakat bisa mencegah dirinya terserang penyakit tersebut dengan mengeliminasi faktor resikonya.
"Kalau penderita diberi upaya promotif dan preventif dalam arti disarankan untuk melakukan pencegahan dan alternatif tindakan penanganannya akan jauh berbeda," tambahnya.
Jika dilihat lebih jauh, sebenarnya dampak dari pengoptimalan upaya preventif dan promotif cukup berarti dalam menurunkan angka kunjungan peserta.
Ini dikarenakan setelah mendapatkan paparan mengenai upaya preventif untuk kesehatan dirinya maka ia akan lebih concern untuk menjaga kesehatannya dan tujuannya untuk menyehatkan masyarakat indonesia pun dapat tercapai.
Mantan Chairman IPMG ini mengharapkan agar layanan BPJS kesehatan tidak hanya bisa dirasakan manfaatnya saat sakit yang sudah parah, tetapi juga mendidik masyarakat agar lebih penting menjaga kesehatan daripada berobat.
Sebagai informasi, Jaminan Kesehatan Nasional dan Kartu Indonesia Sehat sudah mencapai 172.620.269 jiwa hingga Januari 2017.
BPJS Kesehatan juga telah bekerjasama dengan 26.337 fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.