Buwas Ungkap Alasan Terpidana Mati Masih Mengendalikan Narkoba
Kepala BNN menyebut pihaknya masih kekurangan alat bukti, untuk bisa memproses para terpidana yang masih mengendalikan jaringan narkoba.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) kembali mengungkap jaringan pengedar narkotika, yang dikendalikan dari balik penjara.
Kali ini yang diungkap oleh BNN adalah jaringan yang dikendalikan oleh Togiman alias Toge, terpidana mati kasus narkoba, yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tanjung Gusta, Sumatera Utara.
Temuan BNN itu bukanlah hal yang baru.
Mulai dari Freddy Budiman, terpidana mati yang sempat menerima fasilitas mewah di Lapas Cipinang, hingga HN, penghuni Lapas Tanjung Gusta yang jaringannya terungkap pada 2016 lalu.
Kepala BNN, Budi Waseso, menyebut hampir semua terpidana kasus peredaran narkoba, masih bisa mengendalikan jaringannya dari balik jeruji besi.
Mereka adalah setengah dari total pengedar narkoba yang ada di Indonesia saat ini.
"Lima puluh persen peredaran narkoba pengendaliannya itu ada di lapas, kalau itu bisa ditangani, berarti peredaran narkoba di Indonesia lima puluh persen bisa ditangani," ujar Budi Waseso kepada wartawan, di kantor BNN, Jakarta Timur, Senin (22/5/2017).
Namun BNN belum bisa mengungkap semuanya.
Kepala BNN menyebut pihaknya masih kekurangan alat bukti, untuk bisa memproses para terpidana yang masih mengendalikan jaringan narkoba.
Mengapa para terpidana itu tidak juga jera, termasuk para terpidana mati, menurut Budi Waseso, hal itu antara lain dikarenakan lemahnya sistem hukum di Indonesia.
Ia menyebut para terpidana mati, bisa memperpanjang umurnya jika kembali terlibat kasus.
"Sistem hukum di kita memang masih lemah, kalau diputuskan, masih ada banding, kasasi, PK (red: Peninjauan Kembali), amnesti, dia punya hak, tidak bisa diabbaikan," katanya.
Tahapan-tahapan tersebut bisa memakan waktu bertahun-tahun. Jika ada kasus baru, penegak hukum juga harus membuka kasus baru untuk sang terpidana, alhasil ia pun harus mengikuti proses serupa dari awal lagi.
Dalam rentang waktu tersebut, mereka memanfaatkannya untuk melakukan banyak hal.
"Nanti kan ada upaya berikutnya, dia makin banyak (waktu), dia malah senang," ujarnya.