Pengacara Habib Rizieq Sebut Screenshot Chat Berkonten Pornografi Diperoleh Penyidik Secara Ilegal
Hal ini diatur dalam Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014, frasa “bukti”, “bukti permulaan”, “alat bukti” dianggap sama dan dimaknai dengan minimal 2 alat b
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kapitra Ampera, anggota tim kuasa hukum imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab, mempertanyakan legal tidaknya penetapan kliennya sebagai tersangka oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya atas dugaan chating dengan konten pornografi.
Menurutnya, dua alat bukti yang didapat penyidik hanya bisa digunakan untuk penetapan tersangka, jika diperoleh dalam hal dan menurut cara yang ditentukan Undang-Undang.
Hal ini diatur dalam Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014, frasa “bukti”, “bukti permulaan”, “alat bukti” dianggap sama dan dimaknai dengan minimal 2 alat bukti.
"Dalam hal ini yang menjadi minimal 2 alat bukti untuk dapat digunakan dalam penetapan tersangka, haruslah diperoleh dalam hal dan menurut cara yang ditentukan dalam Undang-Undang," kata Kapitra kepada Tribunnews.com, Rabu (30/5/2017).
Baca: Habib Rizieq Akan Gunakan Jasa Pengacara Asing dari London, Inggris
Dia menjelaskan, dalam penyidikan kasus ini, saat dimintai keterangan Firza Husein yang lebih dulu ditetapkan tersangka, Muchsin Alatas, dan Fatimah (Kak Emma) telah membantah terkait keterlibatan mereka dalam kasus ini seperti halnya yang dituduhkan.
"Bahkan, Fatimah menyatakan bahwa ia ditekan secara psikologis dan digiring oleh penyidik untuk mengakui apa yang dituduhkan terhadap Habib Rizieq. Lantas keterangan saksi mana yang dijadikan dasar alat bukti bagi penyidik dalam menetapkan Habib Rizieq sebagai tersangka?" kata Kapitra.
Bukti lain yang dimiliki penyidik yakni bukti foto tampilan screenshot yang diduga percakapan antara Habib Rizieq dengan Firza Husein yang mengandung unsur pornografi.
Baca: Media Internasional Soroti Penetapan Tersangka Habib Rizieq Terkait Dugaan Kasus Pornografi
Bukti tersebut, kata Kapitra, telah dibantah oleh keduanya dan dinyatakan hanya sebuah rekayasa.
"Asli ataupun tidak asli, bukti tersebut merupakan alat bukti yang tidak sah karena diperoleh dengan cara yang tidak legal," kata Kapitra.
Merujuk putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016 dinyatakan bahwa penyadapan yang dilakukan tanpa melalui prosedur yang ditentukan oleh Undang-Undang adalah tidak dibenarkan agar tidak terjadi pelanggaran HAM sebagaimana telah dijamin UUD 1945.
Untuk itu, Kapitra sebut yang dilakukan oleh penyidik adalah ilegal.
"Penyidik dalam hal ini telah menggunakan alat bukti rekaman yang diduga milik Firza Husein, dan foto percakapan yang diduga melibatkan Habib Rizieq secara tidak sah (illegal), maka telah nyata adanya pelanggaran terhadap due process of law yang merupakan refleksi dari prinsip negara hukum yang dianut Negara Indonesia," katanya.