Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

IWD: Partai Lama Tidak Diverifikasi Bertentangan dengan Putusan MK

Karena kesepakatan partai peserta Pemilu 2014 tidak lagi mengikuti verifikasi merupakan bentuk ketidakadilan terhadap baru.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in IWD: Partai Lama Tidak Diverifikasi Bertentangan dengan Putusan MK
youtube
Pansus RUU Pemilu DPR sedang melaksanakan rapat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Pansus RUU Pemilu DPR RI soal verifikasi partai peserta Pemilu 2019 mulai menuai protes dari pengamat dan LSM.

Karena kesepakatan partai peserta Pemilu 2014 tidak lagi mengikuti verifikasi merupakan bentuk ketidakadilan terhadap baru.

Apalagi, Pansus dinilai telah mengangkangi keputusan Mahkamah Konstitusi.

"IWD melihat keputusaan tersebut tidak lebih dari akal-akalan parpol-parpol yang saat ini ada di DPR untuk menjegal pesaing dari parpol-parpol baru," jelas Direktur Eksekutif Indonesia Watch for Democracy (IWD), Endang Tirtana, Jumat (2/6/2017).

IWD mengingatkan bahwa hal itu bisa menjadi bumerang bagi partai-partai lama, terutama yang mengesahkan aturan tersebut, jika RUU disahkan di Paripurna.

Karena sejumlah parpol baru sudah menyatakan tekad mengajukan uji materi jika aturan diskriminatif tersebut itu tetap diberlakukan.

Apalagi, sambung Endang, mengacu pada putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2012 dan 2013, pemberlakuan syarat yang berbeda kepada peserta pemilu merupakan perlakukan yang tidak sama (unequal treatment) yang bertentangan dengan konstitusi.

BERITA REKOMENDASI

"Artinya, syarat agar ketentuan verifikasi hanya berlaku bagi parpol-parpol baru dalam UU Pemilu pasti akan dibatalkan oleh MK. Karena sudah pernah diputuskan perkara ini oleh MK," ungkapnya.

IWD memandang proses pemilu sebagai bagian dari demokrasi, dan partisipasi warga negara dalam bentuk mendirikan parpol harus dijamin seluas-luasnya.

"Wacana untuk menyederhanakan sistem kepartaian tidak boleh membatasi hak-hak warga sebagaimana diatur dalam konstitusi," katanya menegaskan.

Protes senada juga disampaikan sejumlah kalangan sebelumnya. Salah satunya pengamat politik Syamsuddin Haris.

Dia menilai aturan tidak adil. Apalagi, tidak ada jaminan parpol lama masih masih memenuhi aturan yang disyaratkan.


Yaitu, memiliki kepengurusan di 100 persen tingkat provinsi, 75 persen kabupaten/kota, serta 50 persen kecamatan.

"Tidak ada jaminan bahwa parpol yang sudah ikut pemilu sebelumnya masih memiliki sekian kepengurusan di sekian provinsi, kabupaten, kecamatan. Ini poinnya suatu ketidakadilan sebetulnya," kata peneliti senior LIPI ini di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu (31/5/2017) lalu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas