Jaksa Yulianto: Hary Tanoe Sudah Tersangka
tidak ada yang salah dengan pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo bahwa, Hary Tanoesoedijo, telah berstatus tersangka
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasubdit Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung, Yulianto menegaskan, tidak ada yang salah dengan pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo bahwa CEO MNC Group sekaligus Ketua Perindo, Hary Tanoesoedijo, telah berstatus tersangka dalam kasus ancaman melalui pesan singkat atau SMS yang dilaporkannya ke Bareskrim Polri.
Sebab, penyidik Bareskrim yang menangani kasus tersebut telah mengirimkan surat berisi perkembangan penanganan kasusnya itu telah pada naik ke tahap penyidikan pada 15 Juni 2017.
Dalam surat tersebut, penyidik Bareskrim menyampaikan telah dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus tersebut dengan Hary Tanoe sebagai tersangka.
Demikian disampaikan jaksa Yulianto di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (31/6/2017).
Yulianto menjelaskan, setelah menerima surat dari penyidik Bareskrim, dirinya melapor ke Jaksa Agung tentang adanya SPDP kasus Hary Tanoe tersebut. Oleh karena itu, Jaksa Agung bisa menyampaikan ke awak media massa bahwa Hary Tanoe telah berstatus sebagai tersangka.
"Jadi begini. Tidak ada yang salah komentar dari Jaksa Agung itu. Karena saya selaku pelapor kasus tersebut pada tanggal 15 Juni, artinya sebelum Jaksa Agung mengeluarkan statement hari Jumat tanggal 16 Juni itu, saya memang melaporkan ke beliau bahwa saya sudah mendapatkan SPDP, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan, yang di mana di dalam SPDP itu sudah ditetapkan Hary Tanoe sebagai tersangka," ungkap Yulianto.
Lantas, Yulianto menunjukkan surat SPDP yang diterimanya dari pihak Bareskrim Polri ke awak media. Surat tersebut memuat beberapa pasal pidana dengan tersangka Hary Tanoesodibjo.
"Ini ada bukti. Jadi, Jaksa Agung menyampaikan itu enggak ujug-ujug. Doorstop (wawancara dengan wartawan) juga kan. Iya, beliau menyampaikan, saya dapat informasi ..., Begitu kan. Yah memang sudah tersangka kok," ucap Yulianto.
Diberitakan, Hary Tanoe mempolisikan Jaksa Agung HM Prasetyo ke Bareskrim Polri gara-gara menyebut dirinya telah berstatus seagai tersangka dalam kasus dugaan pengancaman melalui SMS kepada jaksa Yulianto.
Menurut Yulianto, justru saat ini Hary Tanoe bisa dilaporkan balik dan dipidana karena membuat pelaporan ke polisi tidak akurat. Meski ada dugaan pelanggaran pidana dilakukan, Yulianto menyerahkan kepada Jaksa Agung perihal haknya untuk melaporkan balik Hary Tanoe kepolisian.
"Jadi, yang disampaikan Jaksa Agung itu sudah benar semua. Bahkan, sekarang justru sebaliknya, pelapor ini justru bisa diancam pidana dengan Pasal 220 atau setidak-tidaknya Pasal 317 KUHP, karena pelaporanya yang tidak akurat," tandasnya.
Yulianto tak tahu mengapa pihak Divisi Humas Polri menyampaikan bahwa kasus dugaan ancaman Hary Tanoe melalui SMS yang dilaporkannya ke Bareskrim Polri disebut masih penyelidikan dan belum ada tersangkanya. Ia menduga ada kekurangan koordinasi antara pihak Divisi Humas Polri dengan tim penyidik yang menangani kasus ini.
"Tapi, yang jelas kan penyidikan sendiri sudah sejak bulan Februari 2016 kan sudah penyidikan. Jadi, ini (menunjukkan SPDP) dasarnya. Bahwa, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan sejak 15 Februari 2016. Jadi, mungkin miss saja," imbuhnya.
Diberitakan, jaksa Yulianto merupakan jaksa yang menyidik kasus korupsi pembayaran restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom (PT Smartfren) tahun 2007-2009. Tim jaksa penyidik yang dipimpin oleh Yulianto sempat telah menetapkan Hary Djaja dan Anthony Chandra Kartawiria sebagai tersangka serta melakukan pemeriksaan terhadap Hary Tanoe sebagai saksi untuk kasus tersebut.
Namun, dalam penanganan kasus tersebut Yulianto menerima tiga SMS dan pesan Wahatsapp dari nomor telepon Hary Tanoe berisi dugaan ancaman.
Lantas, Yulianto melaporkan dugaan pengancaman Hary Tanoe itu ke Bareskrim Polri pada 27 Januari 2016.
Yulianto menganggap pesan yang dikirimkan HT merupakan bentuk ancaman. Sebab, hal itu terkait dengan pengusutan kasus Mobile-8 yang ditanganinya. Sementara, Hary Tanoe membantah isi SMS-SMS yang dikirimkannya kepada Yulianto itu disebut sebagai ancaman.
Kasus dugaan korupsi pembayaran restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom (PT Smartfren) tahun 2007-2009 yang ditangani Kejaksaan Agung di bawah penanganan tim jaksa Yulianto memasuki babak baru.
Setelah kalah dalam praperadilan dan kasus tersebut dihentikan pada tahun 2016, Kejaksaan Agung kembali membuka kasus tersebut karena adanya temuan tindak pidana korupsi dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 26 Januari 2017.
Kejaksaan Agung berpegangan, perkara menyangkut pembayaran restitusi pajak PT Mobile8 Telecom bukanlah kasus pajak, melainkan murni tindak pidana korupsi.
Diduga PT Mobile8 Telecom telah melakukan manipulasi atas transaksi penjualan produk telekomunikasi, di antaranya telepon seluler dan pulsa kepada distributor di Surabaya PT DNK senilai Rp86 miliar selama 2007-2009.