Membayar Tebusan Tidak Akan Menyelamatkan Data Anda Dari Virus Petya
Petya tidak bisa disamakan dengan Wannacry, yang jelas-jelas meminta uang kepada korban, agar data di komputernya bisa diakses kembali.
Editor: Willem Jonata
Lapaoran Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Virus Petya belum bisa disebut sebagai ransomeware atau perangkat lunak yang bertujuan melakukan pemerasan.
Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudianatara, protokol untuk memeras diduga tidak sempurna.
"Makanya kami sebut diduga ransomware," ujarnya kepada wartawan di Bakkoel Coffee, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, (30/6/2017).
Oleh karena itu, ia tidak bisa menyamakan Petya dengan Wannacry, yang jelas-jelas meminta uang kepada si korban, agar data di komputernya bisa diakses kembali. Sementara pada Petya, protokol tersebut tidak berjalan sempurna.
Ketua Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure Coordination Center (ID-SIRTII/CC), Bisyron Wahyudi, dalam kesempatan yang sama menambahkan bahwa korban virus Petya, akan diminta untuk membayar sebanyak 300 dollar Amerika Serikat (AS), dalam bentuk bitcoin.
Namun akses bagi si korban untuk berkomunikasi dengan si pelaku terputus, karena email si pelaku dalam banyak kasus sudah terblokir oleh otoritas yang berwenang.
Dengan demikian akses komunikasi dari pelaku kepada korban untuk memberikan petunjuk menyelamatkan data, juga ikut terputus.
"Jangan sampai membayar, ini analisis juga, ketika yang membayar itu tidak bisa dilakukan dekripsi juga, karena email yang digunakan untuk komunikasi, si penajahat ini, email sudah diblokir, meskipun anda sudah bayar, tapi komunikasi pakai apa," katanya.
"Kami menduga ini kesalahan design si pembuat virus," ujarnya.