Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemilihan Kepala BSSN, Presiden Harus Hindari Intervensi Politik

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) mengenai pembentukan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pemilihan Kepala BSSN, Presiden Harus Hindari Intervensi Politik
Tribunnews/HO/Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) mengenai pembentukan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Lembaga anyar yang bakal menjadi benteng keamanan ranah maya itu akan segera terbentuk, setelah panitia seleksi yang dibentuk Menteri Koordinator Polhukam Wiranto merampungkan pemilihan dan menyerahkan nama struktur pengurus pada Presiden.

Dalam Perpres Nomor 53 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara tersebut, disebutkan bahwa Kepala BSSN diusulkan oleh Menkopolhukam setelah membentuk panitia seleksi. Dengan proses seperti itu, diharapkan akan meminimalkan intervensi politik dan menjadikan BSSN lembaga yang independen.

"Pemilihan seorang kepala badan seperti BSSN basisnya adalah kompetensi, karena itu harus dihindari dari intervensi politik," ujar Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Katholik Parahyangan Asep Warlan Yusuf kepada wartawan, Selasa (4/7/2017).

Asep menegaskan, sebagai lembaga yang akan menjadi benteng keamanan siber Indonesia, BSSN harus menjadi lembaga yang bisa dipercaya karena orang yang mengisinya memiliki kredibilitas, profesional, dan independen.

"Karena itu, harus profesional betul proses pemilihannya," tegas Asep.

Dosen Fakultas Hukum Unpar itu menyarankan, proses pemilihan Kepala BSSN harus diserahkan kepada panitia seleksi yang dipilih Menkopohukam.

Berita Rekomendasi

Menurut Asep, sebagai lembaga yang memiliki urgensi tinggi, BSSN harus dibentuk dengan mempertimbangkan keahlian dan kepakaran para pengurusnya.

Karena itu peran pansel, kata Asep, sangat penting untuk mendapatkan figur yang tepat.

Untuk itu, proses pemilihan seleksi tertutup pun dinilai lebi baik ketimbang rekrutmen terbuka dengan mempertimbangkan lima hal mendasar.

"Lebih baik, hemat saya, dia jangan dibuka untuk melamar atau open biding, atau open recruitment, tapi presiden dan instansi terkait bisa mencari figur yang tepat untuk itu tanpa intervensi politis. Calon yang akan dipilih harus memiliki lima hal, yaitu kompetensi, pengalaman, integritas, jaringan luas, dan bisa dipercaya semua kalangan. Dengan begitu BSSN bisa menjalankan kinerjanya dengan baik," ujarnya.

Mengenai jaringan yang luas, tutur Asep, harus seturut kepakaran calon yang hendak dipilih, yakni jaringan luas di nasional, regional, dan internasional. "Dia juga harus punya hubungan dengan komunitas cyberspace termasuk dunia akademis, praktiasi, industri, forum, dan asosiasi yang sangat erat dengan dunia cyberspace."

Senada, Pengamat Cyberlaw dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Edmon Makarim mengatakan bahwa proses pemilihan Kepala BSSN harus merujuk perpres yakni melalui usulan Menkopolhukam yang telah membentuk panitia seleksi.

"Prosedur itu kan semangatnya mencari orang yang tepat melalui rekomendasi Menkopohukam yang telah membentuk panitia seleksi," ujar Edmon.

Edmon mengungkapkan, dalam Perpres itu, aturan mengenai proses pemilihan jelas termaktub pada pasal 48 ayat 2.

Menurut dia, aturan itu sangat ketat menghindarkan intervensi politik.

"Wewenang tertinggi tetap ada pada Presiden, atas rekomendasi Menkopolhukam. Namun, jika presiden memilih di luar orang-orang yang diusulkan Menko, bisa dibilang presiden tidak taat asas. Masa dia tidak menjalankan perpres. Saya yakin itu tidak akan terjadi," ujar Edmon. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas