Pembubaran Ormas Disarankan Tetap Harus ada Pertimbangan Mahkamah Agung
Secara ketatanegaraan, Perppu ini adalah jalan konstitusional bagi pemerintah untuk melakukan suatu tindakan
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua SETARA Institute Hendardi menyambut baik penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
"Secara ketatanegaraan, Perppu ini adalah jalan konstitusional bagi pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang dalam persepktif pemerintah belum memiliki dasar hukum atau dasar hukum yang tersedia dianggap tidak memadai. Perppu ini langsung berlaku tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan DPR," ujar Hendardi sesuai keterangannya, Rabu (12/7/2017).
Hendardi mengatakan Pemerintah memiliki alasan yang kuat mengapa harus mengambil jalan Perppu dalam rangka mengontrol ormas yang dinilai bertentangan dengan Ideologi Pancasila.
"Perihal keabsahan dikeluarkannya Perppu, pemerintah dengan aparat keamanan dan intelijen, adalah pihak yang memiliki otoritas untuk mendefinisikan ancaman keberbahayaan dari suatu organisasi masyarakat berdasarkan bukti-bukti yang dimiliki," kata Hendardi.
Sepanjang itu tersedia, kata Hendardi, maka ancaman keberbahayaan tersebut adalah yang paling valid menjadi landasan dikeluarkannya Perppu, karena ketentuan yang ada dalam UU 17 Tahun 2013 tentang Ormas dianggap tidak mampu menjangkau keberbahayaan itu secara cepat.
"Secara prinsipil, pembatasan atau pembubaran ormas dimungkinkan dalam hak asasi manusia, meski dengan syarat-syarat yang ketat dan harus dilakukan berdasarkan Undang-Undang. Apalagi organisasi semacam HTI yang selama ini beroperasi dianggap telah mengusik kohesi sosial umat dan mengancam sendi-sendi bernegara," kata Hendardi.
Meski demikian, Hendardi mengatakan mekanisme pembubaran ormas sebagaimana dalam Perppu 2 Tahun 2017 semestinya tetap dilakukan dengan pertimbangan Mahkamah Agung dan tetap menyediakan mekanisme keberatan melalui badan peradilan.
"Karena dalam konstruksi Negara hukum demokratis setiap kerja dan produk organ Negara harus bisa divalidasi dan periksa oleh organ Negara lain, sebagai manifestasi kontrol dan keseimbangan (check and balances)," ucap Hendardi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.