Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Yusril Nilai Perpu Pembubaran Ormas Melanggar Undang-Undang Dasar 1945

Pimpinan Pusat HTI yang diketuai Ismail Yusanto mengadakan pertemuan dengan Yusril Ihza Mahendra.

Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Yusril Nilai Perpu Pembubaran Ormas Melanggar Undang-Undang Dasar 1945
Gita Irawan/Tribunnews.com
Yusril Ihza Mahendra 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Adiatmaputra Fajar Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Pusat HTI yang diketuai Ismail Yusanto mengadakan pertemuan dengan Yusril Ihza Mahendra.

Hal itu dilakukan setelah pemerintah mengumumkan Perpu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Undang-Undang Ormas Nomor 17 Tahun 2003.

HTI memutuskan memberi kuasa kepada Ihza-Ihza Law Firm untuk mengajukan permohonan uji materil atas Perpu tersebut yang diyakini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Langkah yang ditempuh HTI menurut Yusril akan disusul beberapa ormas lain yang sama-sama menganggap Perpu tersebut sebagai bentuk kemunduran demokrasi di tanah air.

"Sebab, Perpu ini membuka peluang untuk Pemerintah berbuat sewenang-wenang membubarkan Ormas yang secara subyektif dianggap Pemerintah bertentangan dengan Pancasila, tanpa melalui proses peradilan," ujar Yusril, Rabu (12/6/2017).

Menurut Yusril kewenangan absolut Pemerintah untuk secara sepihak membubarkan ormas sebagaimana diatur dalam Perpu Nomor 2 Tahun 2017 bertentangan dengan prinsip negara hukum.

Berita Rekomendasi

Pasalnya a kebebasan berserikat adalah hak warganegara yang dijamin UUD 1945.

"Norma undang-undang yang mengatur kebebasan itu tidak boleh bertentangan dengan norma UUD yang lebih tinggi kedudukannya," kata Yusril.

Selain pertimbangan tersebut, Yusril berpendapat tidak cukup alasan bagi Presiden untuk menerbitkan Perpu sebagaimana diatur Pasal 22 ayat (1) UUD 45.

"Perpu hanya bisa diterbitkan dalam "hal ikhwal kegentingan yang memaksa"," jelas Yusril.

Tafsir tentang kegentingan yang memaksa itu ada dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 menyebutkan adanya kebutuhan mendesak menyelesaikan masalah hukum secara cepat.

Hal itu berdasarkan undang-undang tetapi undang-undangnya belum ada atau undang-undangnya ada tapi tidak memadai.

"Sementara waktu sangat mendesak sehingga akan memerlukan waktu yang lama untuk menyusun UU dengan persetujuan DPR," kata Yusril.

Yusril menambahkan, Perpu tersebut juga tumpang tindih pengaturan dengan norma-norma dalam KUHP, terkait delik penodaan agama, permusuhan yang bersifat suku, agama, ras dan golongan, serta delik makar yang sudah diatur dalam KUHP.

"Adanya tumpang tindih ini bisa menghilangkan kepastian hukum yang dijamin UUD 1945," ungkap Yusril.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas