Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terbitnya Perppu Ormas Dinilai mengancam Demokrasi

Melaui Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang organisasi kemasyarakatan (ormas) pemerintah membuat sejumlah terobosan.

Editor: Adi Suhendi
zoom-in Terbitnya Perppu Ormas Dinilai mengancam Demokrasi
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa. 

Laporan Wartawwan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Melaui Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang organisasi kemasyarakatan (ormas) pemerintah membuat sejumlah terobosan.

Dengan Perppu tersebut pemerintah mencoba menyederhanakan mekanisme pembubaran partai politik.

Mekanisme yang tadinya di UU ormas diatur melalui proses persidangan, kini pencabutan pengesahan bisa dilakukan langsung kementerian terkait.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa, menilai hal itu sebagai kemunduran demokrasi.

karena dalam perppu hampir tidak ada celah bagi ormas untuk memberikan klarifikasi atas penilaian buruk pemerintah.

"Ini mengancam demokrasi, karena adanya penghilangan pasal (proses) pengadilan itu, pemerintah sudah abuse (red: melakukan penyalahgunaan) dalam melaksanaana kewenangan," ujarnya saat dihubungi.

BERITA REKOMENDASI

Terobosan lain melalui Perppu tersebut jika dibandingkan UU ormas adalah penambahan ancaman hukuman bagi siapapun yang melakukan pelanggaran.

Hal itu diatur melalui penambahan pasal baru, yakni pasal 82A yang bunyinya:

"Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal- 59 ayat (3) huruf a dan huruf b, dan ayat (4) dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun."

Pasal 59 ayat 3 huruf a berisi larangan bagi ormas untuk melakukan tindakan permusuhan terhadap gelongan tertentu, berdasarkan SARA.

Sementara pada ayat 3 huruf b berisi larangan untuk tidak melakukan penyalahgunaan, penistaan atau penodaan terhadap agama.

Pasal 59 ayat 4 huruf a berisi larangan untuk menggunakan atribut dari organisasi atau kelompok yang sudah dilarang pemerintah.

Pada huruf b diatur ormas dilarang melakukan kegiatan separatisme, dan pada huruf c ormas diatur untuk tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Pancasila.

Alghiffari Aqsa menilai ketentuan tersebut cukup janggal.

Pasalnya sebuah Perppu terkait UU ormas, bisa memberikan ancaman kepada pelaku penistaan agama, dengan hukuman yang jauh lebih tinggi dari yang diatur di pasal 156 dan 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"DI KUHP saja ancamannya maksimal lima tahun penjara, ini di Perppu diatur ancamannya bisa seumur hidup," ujarnya.

Batasannya juga tidak jelas, mana yang penjara seumur hidup dan mana yang penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun.

"Saya menduga pemerintah terburu-buru menyusun ini," katanya.

Koordinator Program Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, saat dihubungi dalam kesempatan terpisah, menyebut hal lain yang perlu dikhawatirkan dari Perppu tersebut antara lain penulisan frasa "atau paham lain."

Kalimat itu ditulis di lembar penjelasan tentang pasal 59 ayat 4 huruf c yang berbunyi:

"Yang dimaksud dengan "ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila' antara lain ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945."

"(frasa) dan yang lalinnya, yang lainnya itu siapa, indikatornya apa, ini bisa (menyasar) siapapun," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas