Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Asas Contrario Actus Sempat Diusulkan Dalam UU Ormas, Namun Ditolak

"Kepentingan politik pada saat itu menghendaki demikian dan pemerintah juga menyetujui,"

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Asas Contrario Actus Sempat Diusulkan Dalam UU Ormas, Namun Ditolak
TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR
Ilustrasi: Sejumlah Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam melakukan aksi long march dari bundaran Majestik menuju Lapangan Merdeka, Medan, Sumatera Utara, Senin (17/7/2017). Dalam aksinya mereka menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undangan-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2017, terkait pembubaran atau pencabutan badan hukum Ormas melalui Kementerian Hukum dan HAM. TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR 

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menkopolhukam Wiranto beralasan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan untuk melengkapi asas Contrario Actus.

Menurutnya dalam sistem administrasi negara, dengan asas tersebut maka pejabat yang memberikan izin pendirian Ormas, juga memiliki wewenang untuk membatalkan atau mencabutnya.

Asisten Deputi Hukum Kemenkopolhukan yang ikut merumuskan UU 17 Tahun 2013, Heni Susila mengatakan asas contrario actus tersebut sebenarnya sempat diusulkan atau dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2013.

Namun, usulan tersebut mendapatkan penolakan dari sejumlah fraksi di DPR.

‎"Karena ini derajatnya undang-undang harus disepakati lembaga yaitu presiden dan DPR, pada saat itu ada resistensi dari beberapa fraksi parpol yang intinya keberatan apabila pencabutan dilakukan langsung tidak melibatkan lembaga pengadilan‎," katanya.

Alasannya menurut Hani, pada saat itu DPR khawatir pemerintah sewenang-wenang membubarkan Ormas hanya karena penilaan subjektif.

Berita Rekomendasi

Karena itu, akhirnya kemudian disepkati undang-undang tersebut tidak berasaskan contrario actus.

Meski pemberian izin diberikan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM, pencabutannya dilakukan pengadilan.

‎"Kepentingan politik pada saat itu menghendaki demikian dan pemerintah juga menyetujui," katanya.

Pada saat itu, pemerintah menurut Hani, berkompromi karena belum ada perkembangan paham-paham yang bertentangan dengan falsafah negara seperti yang terjadi sekarang ini.

Sehingga, kemudian pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 2 tahun 2017.

"Belum melihat pada dampak-dampak seperti perkembangan terkini bagaimana muncul paham-paham," katanya.

Hani sendiri yakin Perppu Nomor 2 tahun 2017 tersebut tidak akan mendapatkan penolakan dari DPR.

‎Perppu dapat diterima sehingga akan terus diterapkan untuk mengatur keberadaan Ormas di Indonesia.

"Kalau pemerintah tidak yakin, ya tidak akan terbit Perppu ini," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas