Mau Pilih Prabowo-SBY atau Prabowo-AHY?
Pertemuan Prabowo dan SBY, di lain sisi, juga makin menegaskan langkah Prabowo dan pasukan pendukungnya.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM - Rencana pertemuan Prabowo Subianto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas, malam nanti, segera memunculkan hitung-hitungan politik baru. Potensi kekuatan politik baru.
Walau belum terang diungkap, tentu saja, pertemuan ini adalah pertemuan politik. Persisnya, politik yang bermuara pada Pemilu 2019. Sebab tidak mungkin Pak Prabowo datang ke Cikeas untuk bernyanyi bersama Pak SBY. Keduanya beda genre. Pak SBY, kita tahu, adalah pelantun dan pencipta lagu pop menye-menye. Sedangkan Pak Prabowo pernah mengaku penyuka campur sari. Konon favoritnya adalah Sewu Kuto besutan Didi Kempot.
Pertemuan Prabowo dan SBY, di lain sisi, juga makin menegaskan langkah Prabowo dan pasukan pendukungnya. Kurang dua tahun sebelum hari pencoblosan, rasa-rasanya memang tak lagi efektif apabila terus menjadi oposan yang sengit bagi pemerintah. Tekanan pada pedal gas mesti sedikit diangkat. Tak boleh lagi terlalu dalam karena konsentrasi harus dibagi. Kurang dua tahun bukan waktu yang panjang untuk mempersiapkan pertarungan.
Apalagi konstelasi politik sudah berubah. Dibanding 2014, Joko Widodo jelas sudah makin kuat. Pembenahan infrastruktur yang digeber pemerintahannya, terutama di bidang transportasi, menuai simpati sebagian besar rakyat Indonesia. Upayanya untuk mendekati generasi remaja yang akan mengawali pengalaman politiknya pada 2019 sejauh ini juga berhasil.
Kisah Nyata Dokter Terobsesi Mayat Perempuan Pujaannya, Pindahkan Jasadnya ke Rumah, Lalu. . . https://t.co/7IA8KwqVAA via @tribunnews
— TRIBUNnews.com (@tribunnews) July 27, 2017
Di luar itu, posisi Jokowi tambah solid dengan adanya aturan presidential threshold 20 persen. Jokowi hanya butuh dukungan PDI Perjuangan ditambah satu dari empat partai pendukungnya sekarang: Hanura, PKB, NasDem, juga Golkar, PPP, dan PAN. Pun sekiranya tiga partai terakhir, yang menjadi lawan Jokowi di Pemilu 2014, kembali memilih menyeberang (atau membentuk poros baru), tetap tak jadi soal.
Tidak demikian Prabowo. Posisinya justru genting. Koalisi Merah Putih (KMP) yang dibentuknya sudah kocar-kacir. Sejauh ini, konco setia dan terdekat Gerindra, partai Prabowo, tinggal PKS. PAN yang mbelelo sana mbelelo sini kurang bisa diharap. Mereka bisa datang dan pergi kapan saja.
Masalahnya, koalisi Gerindra dan PKS belum mencapai ambang presidential treshold. Pun kalau PAN kembali tetap tak memadai. Prabowo harus mencari kawan koalisi lain. Sekiranya Golkar dan PPP juga kembali masalah selesai. Jika tidak, alamat tertutuplah peluang untuk jadi presiden.
Maka mau tak mau, tak ada pilihan lain, Prabowo mesti menggaet Partai Demokrat. Koalisi Gerindra, PKS, dan Demokrat, cukup membawa Prabowo ke gelanggang rematch kontra Jokowi.
Apakah masalah selesai? Tidak juga. Pak SBY pasti sadar benar betapa sekarang partainya sangat dibutuhkan. Karena itu beliau pasti akan mengedepankan tawaran-tawaran yang mungkin akan sulit ditolak Prabowo. Misalnya, kursi wakil presiden.
Gelagat ke arah ini sesungguhnya tak terlalu sulit dicium. Perpecahan KMP, selain menguntungkan kubu Jokowi, pada dasarnya juga membawa berkah tersendiri bagi Partai Demokrat dan SBY yang memang berupaya kembali ke pusaran kekuasaan. Sejak turun dari kursi presiden SBY tidak lantas menjauh dari gegap gempita politik tanah air. Tidak menikmati hidupnya seperti dilakukan Barrack Obama. Tidak pelesiran keliling dunia sembari menciptakan puisi dan lagu pop menye-menye yang dikumpulkannya dalam dua buku dan lima album selama menjadi presiden.
Sebaliknya, SBY justru sering muncul sebagai bayang-bayang yang tidak mengenakkan dan seringkali pula menjengkelkan. Kerap melontar kritik dengan menjadikan kinerjanya sebagai pembanding.
Sasaran SBY jelas. Dia menunggu momentum untuk kembali dan sekarang momentum itu datang. Sampai di sini, mencuat pertanyaan. Apakah beliau menginginkan kursi wakil presiden setelah 10 tahun menjabat presiden? Agak memalukan tetapi tidak mustahil. Dalam politik, dagelan yang paling menjungkirbalikkan logika sekali pun bisa terjadi.
Namun bisa jadi dia akan menyodorkan anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Mantan tentara berpangkat terakhir Mayor ini memang disiapkan SBY sebagai penerusnya di panggung politik. Pascakekalahan di Pilkada Jakarta, AHY terus memperdalam kemampuan berpolitik. Pertanyaannya, apakah kapasitas AHY sekarang sudah cukup untuk level Pemilu Presiden? Apakah Pak Prabowo bisa menerima?
Jadi begitulah, saudara. Bisa tak bisa, apa boleh buat, memang harus diterima. Pak SBY sadar benar, betapa sekarang, di hadapan Pak Prabowo, dia punya posisi tawar yang tinggi.
Persis proses transaksi di pasar. Pak SBY sekarang adalah pedagang yang yakin betul dagangannya bakal dibeli, pedagang yang sepenuhnya telah merasa memegang kendali, akan dengan lantang menolak segala bentuk tawaran. Mau silakan diambil, tidak mau tak apa-apa, soal harga bisa cek toko sebelah.(t agus khaidir)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.