KPK Periksa Aspidsus Kejati Bengkulu Terkait OTT Suap Pejabat
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Aspidsus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, Hendri Nainggolan, Rabu (2/8/2017).
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Aspidsus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, Hendri Nainggolan, Rabu (2/8/2017).
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah membenarkan adanya jadwal pemeriksaan terhadap Hendri Nainggolan terkait kasus suap pengumpulan bukti dan keterangan di proyek Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Bengkulu tahun 2015-2016.
"Hendri Nainggolan, Aspidsus Kejaksaan Tinggi Bengkulu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AAN (Amin Anwari) dan PP ( Parlin Purba)," ungkap Febri.
Diketahui dalam beberapa minggu terakhir, penyidik KPK menggilir pemeriksaan saksi-saksi dari pihak Intelijen Kejati Bengkulu terkait Kasie III Intel Kejati Bengkulu, Parlin Purba yang menjadi tersangka di kasus ini.
Jumat (28/7/2017) Melistri, staf Intelijen Kejati Bengkulu diperiksa untuk tersangka Amin Anwari (AAN) dan Parlin Purba (PP).
Sebelumnya penyidik juga memeriksa Edi Sumano, Asintel Kejati Bengkulu dan Edy Sumarno, Litbang Kejaksaan Agung.
Saksi Ahlal yang juga staf intelijen Kejati Bengkulu pada pemeriksaan Kamis (27/7/2017) kemarin tidak memenuhi panggilan dan akan dijadwal ulang.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Kasie III Intel Kejati Bengkulu, Parlin Purba (PP); pejabat pembuat komitmen di Balai Wilayah Sungai Sumatera VII Bengkulu, Amin Anwari (AAN) dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo, Murni Suhardi (MSU) sebagai tersangka dalam OTT di Bengkulu.
Parlin diduga telah menerima uang Rp10 juta dari Amin Anwari dan Murni Suhardi. KPK juga menduga sudah ada pemberian sebelumnya kepada Parlin Purba sebesar Rp150 juta.
Pemberian uang tersebut terkait dengan pengumpulan bukti dan keterangan dalam sejumlah proyek yang ada di Balai Wilayah Sungai Sumatera VII Bengkulu.
Selaku pemberi, Amin Anwari dan Murni Sugardi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31/1999 yang telah diubah UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara penerima, Parlin Purba dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31/1999 yang telah diubah UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.