Cerita Saksi Sejarah Pertempuran Dahsyat di Ambarawa
Jon Sapoetra Soetimin (92) merupakan pelaku sekaligus saksi sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Surya, Irwan Syairwan
TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Jon Sapoetra Soetimin (92) merupakan pelaku sekaligus saksi sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Sewaktu muda, ia mengalami berbagai pertempuran melawan penjajah Belanda. Tak terkecuali pertempuran menghadapi pemberontakan yang merongrong NKRI.
Ditemui di rumahnya di Jalan Antartika 1 No 4, Jenggolo, Sidoarjo Kota, Soetimin sangat bersemangat menceritakan kesaksiannya tersebut.
Kisahnya bermula tahun 1942. Usianya 17 tahun. Ia ikut pamannya ke Bandung dan bekerja sebagai pembuat mur dan baut untuk peralatan perang tentara Jepang.
Pada 1943, Jepang membuka perekrutan tentara pembantu (Heiho). Soetimin mendaftar dan diterima.
Setelah Jepang menyerah dan Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan, Soetimin masuk sebagai anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR), cikal-bakal TNI.
Soetimin diperintah untuk bertugas di kampung halamannya guna menjaga keamanan dan ketertiban.
Beberapa bulan setelah kemerdekaan, Belanda berupaya mengklaim lagi Indonesia sebagai bagian dari wilayahnya. Pertempuran Ambarawa pecah. Soetimin terlibat di situ.
Pertempuran pertama, kata Soetimin, terjadi Magelang. Belanda berhasil dipukul hingga memasuki Ambarawa. Ia bertugas sebagai pengintai sekaligus pembuat bom dan ranjau.
"Saya yang pertama berhasil masuk Ambarawa. Saya lihat Belanda mundur dan menuju Semarang. Di Semarang itu baru pertempuran sesungguhnya," kata Soetimin.
Ia juga terlibat dalam pertempuran menghadapi Agresi Militer Belanda 1 dan 2.
Selanjutnya, ia mengamankan keutuhan NKRI dari pemberontakan DI/TII hingga PKI yang akhirnya membuat Soetimin menetap di Sidoarjo.
Pada pemberontakan DI/TII, Soetimin termasuk ke dalam bagian Operasi Tumpas Pasukan Siliwangi untuk mengejar Kahar Muzakar. Operasi tersebut berhasil mengakhiri pemberontakan DI/TII.
Banyak perang yang dialami Soetimin, namun ia tak akan pernah lupa pertempuran Ambarawa.
Perang yang dikenal dengan peristiwa Palagan Ambarawa ini berlangsung empat hari hingga akhirnya berhasil memukul Belanda ke Semarang.
"Saya juga berjuang bersama Pak Harto (Presiden ke-2 RI) di Ambarawa," ujarnya.
Meski pangkat terakhirnya peltu atau pembantu letnan satu, Soetimin dianugerahi berbagai tanda jasa, di antaranya Satyalencana dan Bintang Gerilya.
Soetimin menuturkan berjuang demi Indonesia bukan untuk urusan pangkat apalagi harta.
"Saya ikhlas untuk Indonesia. Anak-anak muda sekarang harus juga ikhlas membangun bangsa. Jangan malah berusaha memecah belah atau bahkan melakukan tindakan penghianatan," tandasnya.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.