Demokrat Tidak Tanggung Jawab Hasil Putusan Pansus Angket KPK
Wakil Ketua DPR ini menjelaskan sejak awal bergulirnya Pansus KPK cuma Partai Demokrat yang tak menandatangani usulan.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto tidak ingin berkomentar soal dorongan Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Perppu untuk merevisi UU KPK yang digulirkan Pansus Hak Angket KPK sebagai bentuk rekomendasi.
Menurutnya, Partai Demokrat tetap konsisten dari awal, tak menyetujui adanya Pansus Angket KPK.
"Segala keputusan yang ada di dalam Pansus Angket KPK, Partai Demokrat tak bertanggung jawab. Apakah berupa putusan atau hal lain, Demokrat tak di dalam, tak bertanggung jawab putusan angket KPK," kata Agus kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, Jumat (25/8/2017)
Wakil Ketua DPR ini menjelaskan sejak awal bergulirnya Pansus KPK cuma Partai Demokrat yang tak menandatangani usulan.
Begitu juga saat keputusan untuk dijadikan Pansus karena memang mayoritas menyetujui Pansus. Padahal Demokrat konsisten tak menyetujui.
"Demokrat tak di dalamnya, tak bertanggung jawab. Yang jelas Demokrat tetap tak setuju adanya Pansus Angket KPK. Demokrat masih mempunyai keputusan dengan ada Pansus itu akan memperlemah KPK," kata Agus.
Baca: Agun Minta KPK Legowo Terima Apapun Rekomendasi Pansus Angket
Dirinya menambahkan, jika memang mau memperkuat KPK maka seharusnya Presiden Jokowi menepati janjinya untuk menambah jumlah penyidik KPK dari 100 menjadi 10 kali lipatnya. Lalu juga membuat cabang KPK di daerah pasti akan memperkuat KPK.
"Kami juga melihat revisi menguatkan atau tidak. Tetapi bukan suatu keputusan dari Pansus karena keputusan Pansus Demokrat tak di dalamnya. Kalau tak di dalamnya kami tak mungkin memikirkan hal-hal masalah keputusan di angket KPK," kata Agus.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mendorong agar revisi UU KPK bisa disegerakan, karena kondisi penanganan korupsi dianggap sudah genting.
"Memang sebaiknya presiden menyiapkan Perppu. Ini kejanggalan dan permasalahannya sudah terlalu banyak. Presiden harus berani. Jangan kayak yang lalu-lalu. Ditekan, belok," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Alasannya menurut Fahri pemberantasan korupsi sekarang ini terbilang darurat. Namun penanganan yang dilakukan KPK terkesan biasa saja, dan tidak ada peningkatan.
"Penanganannya kok kaya gini kan nggak memadai, tambah kacau keadaannya. Harusnya presiden kalau mau bikin perppu," katanya.
Menurut Fahri, presiden harus berani mengeluarkan Perppu terkait KPK. Banyak kejanggalan yang harus diperbaiki dari kinerja KPK sekarang ini.
"Ini kejanggalan dan permasalahannya sudah terlalu banyak. Presiden harus berani. Jangan kayak yang lalu-lalu. Ditekan, belok. Sekarang pak jokowi harus berani kalau mau memperbaiki sistem," katanya.
Menurut Fahri untuk mengevaluasi KPK tersebut bisa. Juga dengan merevisi UU KPK. Hanya saja revisi harus disetujui kedua belah pihak antara legislatif dan eksekutif. Oleh karena itu Pansus Angket hanya bisa memberikan merekomendasi revisi.
"Kalau presiden setuju, maka masuk prolegnas. Dalam prolegnas segera dibahas. Bila perlu nanti kalau sudah merupakan kesepakatan ya dibahas secara cepat seperti yang lalu-lalu. Itu kalau presidennya mau," katanya.