Ini Fakta Sindikat Saracen: Pelaku Punya Kecerdasan di Atas Rata-rata Sampai Miliki 800 Ribu Akun
Polisi berhasil membongkar sindikat penyebar ujaran kebencian lewat media sosial bernama Saracen.
Editor: Ferdinand Waskita
Sejauh ini, aparat kepolisian menemukan perihal isu-isu yang dipelintir grup Saracen mulai dari ekonomi hingga sosial.
3. Jual isu-isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) kepada klien
Saracen memperdagangkan isu-isu terkait Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) untuk mendapatkan keutungan ekonomi. Para pelaku menyebarkan isu itu sesuai pesanan.
"Jadi, kalau masalah motif politik, itu tentu saja orang yang memesan. Para pelaku motif ekonomi, motif politik, motif ekonomi, motif sosial, macam-macam. Yang memesan ini tentu saja konten tentang hoax, tentang ekonomi ada, tentan sosial ada. Makanya motif-motif, sebelumnya adalah ekonomi, tetapi masalah pemesan ini berbagai motif," kata Pudjo.
Aparat kepolisian sudah menangkap tiga orang terkait kasus ini di lokasi berbeda.
Muhammad Faizal Tanong (43) ditangkap di Koja, Jakarta Utara, pada 21 Juli 2017, Jasriadi (32) ditangkap di Pekanbaru, Riau, pada 7 Agustus 2017, dan Sri Rahayu Ningsih diamankan di Cianjur, Jawa Barat, pada 5 Agustus 2017.
Sepak terjang sindikat tersebut sudah sejak lama diperhatikan oleh aparat kepolisian. Namun, pengungkapan itu memakan waktu lama.
Dari proses mapping itu, ada hubungan berbagai kelompok di berbagai kota menjadi satu kelompok besar yang bernama Saracen tersebut.
4. Tarif Rp 72 Juta, Biaya Operasional ketua Rp 10 juta
Kelompok Saracen menetapkan tarif puluhan juta dalam proposal yang ditawarkan ke sejumlah pihak.
Mereka bersedia menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA di media sosial sesuai pesanan.
"Infonya sekitar Rp 72 juta per paket," ujar Kepala Bagian Mitra Divisi Humas Polri Kombes Pol Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (25/8/2017).
Biaya tersebut meliputi biaya pembuatan situs sebesar Rp 15 juta dan membayar sekitar 15 buzzer sebesar Rp 45 juta per bulan.
Ada pula anggaran tersendiri untuk Jasriadi selaku ketua sebesar Rp 10 juta.
Selebihnya, biaya untuk membayar orang-orang yang disebut wartawan.
Para wartawan itu nantinya menulis artikel pesanan yang isinya juga diarahkan pemesan.
Penyidik, kata Awi, masih mendalami soal proposal tersebut.