KPK Diminta Hati-hati Tangani Kasus Proyek RS Udayana Bali yang Melibatkan PT NKE
Guru Besar Universitas Padjadjaran Bandung itu juga mempertanyakan posisi mantan Bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta berhati-hati saat menangani kasus PT Nusa Konstruksi Engineering(NKE) Tbk yang dulunnya bernama DGI.
Mestinya pula PT Nusa Konstruksi Engineering (NKE) Tbk tidak perlu terburu-buru mengembalikan uang sebesar Rp 15 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Cek dulu putusan kasasi dan PN, apakah ada amar putusan yang memerintahkan perusahaan DGI yang sekarang berubah menjadi NKE. Atau akarnya hanya memerintahkan Nazarudin yang harus mengembalikan uang," kata Pakar Hukum Pidana Prof Romli Asmasasmita Senin(28/8/2017),
Guru Besar Universitas Padjajaran Bandung itu juga mempertanyakan posisi mantan Bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin ketika melakukan tindak pidana korupsi.
"Agar tidak menyeret begitu saja perusahaan kalau memang tindakannya dilakukan sendiri atau bagaimana,"kata Romli.
Romli juga mengkritik keras KPK terkait penetapan Nazaruddin sebagai justice collaborator.
"Nazaruddin kan pelaku utama masa dia bisa dijadikan justice collaborator. Tidak bisa itu. Bahkan yang aneh dia dapat remisi berkali-kali, sampai 39 kali. Ada aturannya di UU LPSK tentang syarat-syarat yang mendapat remisi. Apa Nazarudin sudah menyeĺesaikan kewajibannya," ujarnya sambil menunjuk pasal yang ada di UU Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Selain itu, Prof. Romli meminta kehati-hatian penegak hukum dalam membuat putusan. Kepentingan pihak ketiga juga perlu mendapatkan perhatian.
"Hukum itu selain perlu menekankan keadilan dan kepastian juga harus memperhatikan kemanfaatan," lanjut mantan Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM itu.
Prof. Romli sempat membeberkan hasil analisa tentang kinerja KPK dan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dituangkan dalam sebuah buku.
Intinya KPK dinilai telah menyimpang dari khittoh awal pembentukan kedua lembaga tersebut.
Hasil analisa tersebut juga mendorong dirinya untuk menjadi narasumber dalam Panitia Khusus Angket KPK dengan tujuan mengoreksi kinerja KPK.
Prof. Romli menyebut, seluruh data yang dibagikan kepada panitia angket melalui buku yang dihasilkan lembaga yang dipimpinnya berjudul Sisi Lain Akuntabilitas KPK dan Lembaga Pegiat Antikorupsi: Fakta dan Analisis.
Menurut dia, data yang digunakan dalam buku tersebut merupakan laporan yang diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas KPK dan audit keuangan ICW oleh kantor akuntan Yanuar dkk.
"Buku dari LPIKP ini menggunakan laporan BPK, dan yang memeriksa BPK," ungkap Prof. Romli.
Sebelumnya Ketua Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal Indra Safitri mengatakan penanganan yang menyangkut korporasi harus ditangani berbeda dengan perorangan.
Sebagai perusahaan terbuka, status hukum tersebut dapat mempengaruhi kondisi finansial perusahaan, sehingga dapat mengancam kepastian usaha dan nasib para karyawan.
Dia mencontohkan langkah lembaga antirasuah mengumumkan PT Nusa Kontruksi Engineering Tbk (NKE) sebagai tersangka korupsi korporasi.
Akibatnya, perusahaan langsung mendapatkan sejumlah permasalahan, seperti dihentikan sementara (suspend) perdagangan saham PT NKE oleh PT Bursa Efek Indonesia, hingga kesulitan mendapatkan pinjaman dari perbankan.
“KPK perlu lebih berhati-hati dalam memberikan informasi kepada publik sampai adanya kepastian hukum yang tetap,” kata Indra.
Kasus hukum yang melibatkan NKE berhungan dengan proyek pembangunan Rumah Sakit Universitas Udayana Bali tahun 2009-2010.
NKE dianggap telah bersikap proaktif dengan menyerahkan uang sekitar Rp15 miliar kepada KPK.
Indra menambahkan KPK juga harus memiliki sistem pengungkapan korupsi yang baik, dengan memastikan kebenaran sebuah perusahaan yang melakukan kesalahan atau merupakan tindakan pribadi seseorang.