Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Polisi Telah Amankan Enam Tersangka Terkait Saracen

MAH terpantau mengubah grup Saracen menjadi NKRI Harga Mati dan tetap aktif menebar kebencian, meskipun Jasriadi telah ditangkap

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Polisi Telah Amankan Enam Tersangka Terkait Saracen
Tribun Pekanbaru/Budi Rahmat
Lelaki berinisial MH yang diamankan Mabes Polri, Rabu (30/8/2017) pagi. MH diamankan diduga terkait Saracen. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Direktorat Siber Badan Reserse Kriminal Polri sudah menangkap enam pelaku dalam sindikat Saracen yang menyebarkan kebencian menggunakan isu SARA di media sosial (medsos). Para pelaku saling mengenal dan terintegrasi di medsos.

Pengungkapan berawal dari penangkapan RK pada 2016. Lalu, aparat kepolisian menangkap pelaku RY pada Februari 2017.

Berselang lima bulan, polisi menangkap pelaku penyebar konten SARA, MFT, dan seorang ibu rumah tangga, SRN.

SRN, tersangka penghinaan Presiden Joko Widodo. Setelah ditangkap, akun media sosial, Facebook milik SRN yang digunakan menyebarkan kebencian masih aktif. Ternyata, akun itu dipulihkan Jasriadi yang belakangan diamankan di Pekanbaru, Riau.

Berdasarkan penyidikan, Jasriadi terkait tiga orang yang sudah diamankan aparat kepolisian karena kasus ujaran kebencian.

Baca: 14 Rekening Terkait Kelompok Saracen Akan Ditelusuri

Berita Rekomendasi

Mereka yaitu, SRN, RY, dan MFT dan diketahui, para pelaku saling mengenal.

"Ema, tersangka. Penanganan hukumnya saya," tutur Kepala Sub Direktorat I Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Besar Irwan Anwar, kepada wartawan, Kamis (31/8/2017).

Belakangan, aparat kepolisian kembali mengamankan pelaku dalam Sindikat Saracen.

MAH, pendiri grup Saracen di media sosial Facebook, diamankan di kediamannya, Jalan Bawal, Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru, Rabu (30/8/2017), sekitar pukul 06.00 WiB.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Martinus Sitompul, mengatakan keterlibatan MAH adalah founder atau pendiri atau yang membuat kelompok Saracen ini dalam media sosial.

Selain itu, MAH juga diduga memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi.

Baca: Kasus Saracen, Gerindra: Ada Upaya Sudutkan Partai

MAH seringkali mengunggah berbagai konten ujaran kebencian dan bernuansa SARA di dalam akun Facebook Saracen.

MAH terpantau mengubah grup Saracen menjadi NKRI Harga Mati.

Dia diketahui tetap aktif menebar kebencian, meskipun Jasriadi telah ditangkap. Penyidik menetapkan MAH sebagai tersangka dan menahannya di Rumah Tahanan Bareskrim Polri yang berlokasi di Mapolda Metro Jaya.

"Keterlibatan yang bersangkutan ini sebagai founder Saracen. Yang bersangkutan mengganti web Saracennews.com menjadi NKRI harga mati. Artinya, yang bersangkutan ini mempunyai kemampuan mengganti," kata Martinus.

Baca: Kata Jokowi, Sibuk dengan Saracen Hingga Lupa Momentum Ekonomi

Penyidik masih menelusuri lebih lanjut terkait grup Saracen. Penyidik tidak menutup kemungkinan akan mengembangkan ke nama-nama lain yang muncul dalam kasus ini kemudian menetapkan sebagai tersangka.

"Potensi tersangka lain ada dan tentu bukan ingin menyasar seseorang, tetapi karena praktek perbuatan melawan hukum ini dilakukan," ujarnya.

14 Rekening Sindikat Saracen Diserahkan ke PPATK

Untuk menelusuri aliran dana ke sindikat Saracen, Mabes Polri menggandeng Pusat Penelitian dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Dia menjelaskan, sebanyak 14 rekening sudah diserahkan PPATK untuk mendapatkan dianalisa. Belasan rekening diduga terkait aliran dana sindikat Saracen itu sudah diblokir.

"Istilahnya diblokir, tentu diblokir dan kemudian kami mohon kan untuk dilakukan analisis," jelasnya.

Upaya analisa rekening, kata dia, dilakukan supaya aparat kepolisian mendapatkan data-data yang didukung fakta-fakta hukum dari analisis aliran dana tersebut

Setelah mendapatkan analisis dari PPATK, dia mengaku akan menggali dan mendapatkan data-data tambahan yang kemudian harus ambil data-data yang diupdate tersebut.

"Untuk kami bandingkan dengan fakta hukum lainnya," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas