Presiden Jokowi Laporkan Dua Ekor Kuda, KPK Harap Gratifikasi Dirjen Hubla Tidak Terulang
Dua ekor kuda jenis sandalwood yang ditaksir nilainya mencapai Rp170 juta itu dilaporkan ke KPK
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang melaporkan dua ekor kuda yang diberikan oleh masyarakat di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur ke KPK.
Dua ekor kuda jenis sandalwood yang ditaksir nilainya mencapai Rp170 juta itu dilaporkan ke KPK pada 22 Agustus 2017, sementara pihak istana menerima kuda itu pada 25 Juli 2017.
"Laporan penerimaan gratifikasi sudah kami terima, masih dianalisis dulu. Yang paling penting kami apresiasi Presiden Joko Widodo yang telah memberikan contoh yang baik," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Sabtu (2/9/2017).
Bahkan beberapa kali, Presiden Joko Widodo kerap kali memberi contoh melaporkan barang-barang gratifikasi yang diterimanya pada KPK.
Menurut Febri apa yang dilakukan oleh Presiden Joko widodo dapat menjadi pembelajaran dan ditiru agar tidak seperti Dirjen Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Antonius Tonny Budiono
Diketahui selain menjadi tersangka suap, Antonius Tonny Budiono juga menerima beragam gratifikasi mulai dari keris, tombak, jam tangan hingga cincin.
Kini seluruh barang gratifikasi itu dalam penguasaan KPK untuk ditelusuri siapa saja pemberinya.
"Harusnya apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo bisa menjadi contoh untuk semua pejabat agar kejadian seperti Dirjen Hubla tidak terjadi," ujar Febri.
Terpisah Direktur Gratifikasi KPK, Giri Supriardiono menurutkan dua kuda itu dilaporkan ke KPK karena Jokowi tidak enak mengembalikan ke masyarakat yang memberinya, sehingga memilih dilaporkan kepada KPK.
"Bapak Presiden Jokowi melaporkan dua ekor kuda dari Nusa Tenggara nilainya Rp170 juta diberikan oleh masyarakat yang sana," ujar Giri.
Giri melanjutkan karena dua ekor kuda tersebut bukan benda mati, terlebih tidak bisa disimpan ataupun dilelang, pihaknya berencana menjadikan kuda tersebut sebagai milik negara.
Baca: Ketum PBNU Mengutuk Keras Pembantaian Terhadap Muslim Rohingya
Sehingga saat ini pihaknya masih menunggu tanda tangan pimpinan KPK untuk menunggu keputusan apakah kuda asli Sumbawa itu bisa menjadi milik negara.
Selain itu, Giri juga masih memikirkan dua kuda tersebut akan ditempatkan di mana karena membutuhkan biaya pemeliharaan dan perlu tempat luas untuk menaruhnya.
Sementara ini, kuda yang berusia tujuh tahun itu masih berada di Istana Bogor.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.