Politikus Golkar: Mengusir Dubes Myanmar Bukan Langkah Bijak
Karena kita bukan berurusan dengan opini tapi nyawa saudara kita di Rohingya. Semakin keras kita ada potensi di sananya juga semakin memanas
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid berharap pemerintah menyikapi dengan kepala dingin terkait desakan pengusiran Duta Besar (Dubes) Myanmar dari Indonesia.
Politikus Partai Golkar ini mengatakan, tidak hanya pemerintah dirinya juga mengajak semua pihak untuk lebih bijak menyikapi kekerasan dan pembunuhan yang dialami warga Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
"Karena kita bukan berurusan dengan opini tapi nyawa saudara kita di Rohingya. Semakin keras kita ada potensi di sananya juga semakin memanas," kata Meutya kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/9/2017).
Menurutnya, kurang pas jika mengusir Dubes Myanmar dari Tanah Air. Karena Indonesia satu-satunya negara yang diterima oleh Myanmar untuk melakukan upaya diplomasi.
"Di Komisi I kita belum memutuskan memanggil dubes Myanmar atau tidak, tapi selama komunikasi berlangsung, Menlu juga di sana, upaya untuk mengusir dubes bukan langkah bijak, karena kita butuh komunikasi, di Myanmar dan saat ini contact personnya memang hanya melalui Indonesia yang bisa masuk," kata Meutya.
Dirinya khawatir jika Dubes Myanmar diusir maka tidak ada lagi penghubung dengan pemerintah Myanmar.
"Jadi saya rasa itu langkah yang tidak tepat untuk terutama saat ini karena saat ini rekonsiliasi sedang kita lakukan," ujarnya.
Dia berharap semua pihak menunggu utusan pemerintah, yaitu Menteri Luar Negeri untuk melakukan upaya diplomasi.
Tidak hanya itu Indonesia juga telah mengirim tim kemanusiaan untuk membantu masyarakat Myanmar.
Baca: Giliran BM PAN Geruduk Kedubes Myanmar
"Kami sudah meminta Menlu dan menku sudah bertemu dubes Myanmar. Kita akan melihat kunjungan Menlu mudah mudahan lancar kalau ada tidak lancar maka Komisi I bisa melakukannya. Sekarang ini tim kemanusiaan dan pemerintah sudah berikutnya kita tunggu dulu 1-2 hari hasilnya," katanya.
Meutya menambahkan, pemerintah Indonesia juga telah melakukan komunikasi internasional bengan beberapa lembaga internasional termasuk PBB.
"Kita lewat pemerintah yang berkomunikasi ke PBB juga pemerintah. Bulan September pertengahan ada UNGA, yang akan dihadrii Indonesia. Pak JK (Jusuf Kalla) akan berangkat, kita merekomendasikan agar pemerintah mengangkat ini dalam UNGA," katanya.