Masyarakat Ajukan Uji Materil Permen LHK soal Perhutanan Sosial
Kalau pengelolaan hutan diberikan kepada ribuan pemegang IPHPS yang tidak cakap maka dapat dibayangkan kondisi hutan Indonesia yang akan datang.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Budayawan Acil Bimbo dan sejumlah elemen masyarakat seperti LSM Lodaya, Jawa Barat dan Perkumpulan Pensiunan Pegawai Kehuatan mengajukan permohonan hak uji materiil (judicial review) terhadap Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.39 Tahun 2017 di Gedung Mahkamah Agung.
“Permen LHK No.39 itu intinya bagi-bagi lahan hutan tanpa kontrol dan karenanya bertentangan dengan UU Kehutanan dan Peraturan Pemerintah yang ada di atasnya,” kata Agung Mattauch, kuasa hukum para pemohon kepada wartawan saat mendaftarkan uji materil Permen LHK No.39 Men-LHK ke Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (6/9/2017).
Bayangkan, dengan Permen LHK No.P 39 maka di masa mendatang para pemegang Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) berkesempatan membabat kayu dalam hutan lindung. Tidak itu saja, pemegang IPHPS juga diberikan kesempatan untuk mengelola hutan.
Kalau pengelolaan hutan diberikan kepada ribuan pemegang IPHPS yang tidak cakap maka dapat dibayangkan kondisi hutan Indonesia yang akan datang.
Tinggal tunggu bencana alamnya saja.
Di samping merusak lingkungan alam, bagi-bagi lahan hutan tanpa kontrol kepada pemegang IPHPS rawan konflik horisontal, karena di tempat-tempat tertentu di areal Perum Perhutani sudah ada ijin pemanfaatan hutan kepada masyarakat.
Untuk mencagah efek bagi-bagi hutan tanpa kontrol tersebut, para pemohon minta Mahkamah Agung segera mencabut Permen LHK No.39. Hutan bukan untuk dibagi-bagikan tapi dimanfaatkan untuk kepentingan publik yang lebih luas.
“Stop bagi-bagi hutan tanpa kontrol, kembalikan hutan kepada fungsinya semula sebagai paru-paru dunia.
Permohonan uji materil juga diajukan oleh Perkumpulan Pensiunan Pegawai Kehuatan, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Lembaga Masyarakat Pengelola Sumber Daya Hutan (LMPSDH) Wana Salam, Perkumpulan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) Kosambiwojo Lestari, dan Ir Harnanto. H.M (Pensiunan).
Sementara, Nace Permana salah satu pengaju uji materil mengatakan, Permen LHK No.39 itu akan mengakibatkan para pemegang Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) dapat dengan seenaknya membabat kayu dalam hutan lindung.
"Tidak hanya itu, pemegang IPHPS juga dapat wewenang untuk mengelola hutan. Bayangkan kalau pengelolaan hutan dilakukan ribuan pemegang IPHPS yang sembrono, dapat dibayangkan kondisi hutan Indonesia. Tinggal tunggu bencana alamnya saja," ujar Nace.
Penguji lainnya, Jumali, dari LMDH Jawa Timur mengatakan, disamping merusak lingkungan alam, bagi-bagi lahan hutan tanpa kontrol kepada pemegang IPHPS, akan rawan terjadi konflik horisontal, dengan masyarakat sekitar.
"Karena di tempat-tempat tertentu di areal Perum Perhutani sudah ada ijin pemanfaatan hutan kepada masyarakat," kata Jumali.
Dijelaskannya, kalau terjadi konflik sosial, siapa nanti yang bertanggungjawab. "Karena dalam Permen KLH tersebut, yang berwenang mengawasi adalah LSM dan bukanlah pemerintah daerah," ujar Jumali.
Karena itu untuk mencegah konflik sosial dan efek bagi-bagi hutan tanpa kontrol tersebut, para pengaju JR meminta MA untuk segera mencabut Permen LHK tersebut.
Pada umumnya mereka khawatir akan terjadi pembabatan hutan secara serampangan yang berakibat pada timbulnya banjir di daerah itu. Sebelum ke MA, para pemohon dan tim kuasa hukum, sempat mendapatkan dukungan dari Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar.