Panglima TNI Harusnya Jadi Penyejuk, Bukannya Menambah Persoalan
Tahun ini, berawal dari digeruduknya kantor YLBHI Pusat yang diduga menggelar diskusi soal PKI.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto mengatakan, ada tujuan tertentu polemik soal peristiwa G30S/PKI kembali diangkat, hingga ramai diperbincangkan.
Tahun ini, berawal dari digeruduknya kantor YLBHI Pusat yang diduga menggelar diskusi soal PKI.
"Saat ini setelah 18 tahun era reformasi pro dan kontra terhadap kebangkitan PKI menjadi perbincangan dan tuduhan adanya kedekatan pemerintahan Jokowi-JK terhadap para korban dan bekas PKI," kata Hari Purwanto kepada wartawan di Jakarta, Kamis (21/9/2017).
Dirinya juga menyesalkan instruksi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo kepada jajarannya agar menonton film peristiwa G30S/PKI yang pernah menjadi tontonan wajib di era Orde Baru.
"Peran Panglima TNI sebagai bagian dari pemerintah seharusnya menjadi penyejuk, bukannya menambah persoalan dan bermain di air keruh," kata Hari Purwanto.
Baca: Polres Bangka Tangkap Aktivis Nelayan Secara Sewenang-wenang
Hari mengaku khawatir ada pihak yang memanfaatkan peluang untuk melambungkan namanya tetap bertahan menuju tahun politik 2019.
"Pro dan kontra peristiwa G30S/PKI tentunya akan digunakan kelompok-kelompok tertentu untuk mengambil keuntungan pra kondisi menuju tahun politik untuk meraih kekuasaan," kata Hari Purwanto.
Diberitakan sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, yang bisa menghentikan dirinya menggelar nonton bareng (nobar) film G30S/PKI hanyalah pemerintah.
Menurutnya, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo telah mengizinkan dirinya untuk memerintahkan personelnya menonton film yang kerap diputar di era orde baru itu.
Panglima TNI juga menjelaskan, nobar film yang masih menjadi polemik itu bertujuan untuk mengingatkan para generasi muda akan kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI).