PDIP Persilakan Pansus Hak Angket KPK Perpanjang Masa Kerja
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bersikap terbuka atas kemungkinan perpanjangan masa kerja Panitia Khusus Hak Angket KPK.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bersikap terbuka atas kemungkinan perpanjangan masa kerja Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP memberi keleluasaan kepada Fraksi PDIP untuk mendialogkan perpanjangan masa kerja Pansus dengan fraksi lain di DPR.
Sikap PDIP tersebut diungkap Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto.
"Kinerja Pansus itu akan ada batas akhirnya, jika diperlukan pendalaman lebih lanjut, ada baiknya diberi ruang bagi pansus untuk melaksanakan tugasnya sebaik-baiknya," kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (24/9/2017).
"Kami juga memberikan wewenang kepada fraksi untuk membicarakan hal tersebut bersama fraksi lain dengan mengingat bahwa tujuan dibentukanya pansus adalah untuk memperkuat institusi di negara ini," imbuhnya.
Hasto menilai, wajar bila ada keinginan untuk memperpanjang masa kerja Pansus Hak Angket KPK yang akan berakhir tanggal 28 September mendatang.
Baca: Pemilik Nikahsirri.com Terinspirasi Lelang Perawan di Rumania yang Laku Rp 33 M
Hasto mengingatkan, jika masa kerja pansus diperpanjang dan menghasilkan peraturan baru yang memperkuat KPK, maka semua elemen bangsa termasuk partai politik juga patuh terhadap upaya pemberantasan korupsi.
"Jika penguatan KPK diwujudkan dengan peraturan baru maka harus dipatuhi seluruh elemen bangsa termasuk partai politik. Kami PDIP secara tegas akan memecat mereka yang terkena operasi tangkap tangan KPK," tegasnya.
Hasto menyatakan, Pansus dibentuk agar kewenangan KPK yang besar tidak disalahgunakan oleh oknum di dalam KPK.
Ia juga mengatakan, hasil penyelidikan Pansus KPK akan diberikan kepada penegak hukum, KPK, partai politik, serta pihak terkait untuk memperbaiki diri.
Panitia Khusus Hak Angket KPK menemukan setidaknya tiga hal besar terkait KPK. Tiga temuan tersebut antara lain pengelolaan sumber daya manusia (SDM), pengelolaan anggaran, dan kewenangan dalam penegakam hukum.
Persoalan SDM tersebut antara lain mengenai permasalahan antara penyidik KPK yang berasal dari Polri dan non-Polri.
Anggota Pansus Angket KPK Arsul Sani mengatakan ada jarak antara penyidik Polri dan non-Polri sebagaimana dipaparkan Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Aris Budiman di DPR beberapa waktu lalu.
"Terkait SDM, terjadi faksionalisasi atau ada disebut politik intrik di dalam sana," kata Arsul pada sebuah diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu (23/9/2017).
Terkait masalah anggaran, ada laporan hasil pemeriksaan (LHP) audit keuangan KPK selama 10 tahun yang memiliki enam temuan. Sementara yang terakhir adalah terkait kewenangan.
Menurut Arsul, KPK tidak memiliki kewenangan untuk mengeksekusi terpidana yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau incraht.
Baca: Tekanan Magma ke Puncak Gunung Agung Semakin Kuat, Berikut 9 Ciri-cirinya
"Tidak ada di dalam pasal Undang-Undang KPK tentang tugas dan kewenangan KPK. Semua hanya berhenti di penyelidikan, penyidikan dan penuntutan," katanya.
Arsul menilai langkah KPK untuk mengeksekusi menggunakan Pasal 270 KUHAP tidak tepat. Menururut dia, jaksa yang dimaksud adalah jaksa secara kelembagaan bukan jaksa yang bertugas di KPK.
"Jadi yang ingin saya katakan kewenangan jaksa di situ melekat pada kewenangan lembaganya. Lembaga kejaksaan itu bukan kewenangan orang perorangan jaksa. Ini enggak ada di dalam Undang-Undang KPK pasal yang sama dengan yang ada di Undang-Undang Kejaksaan," katanya.
Arsul juga mengatakan, hasil temuan Pansus akan dibawa ke sidang paripurna DPR pada hari Rabu atau Kamis pekan ini. (riz/eri)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.