Adhie Massardi: Keputusan Hakim Cepi Hentikan Manuver KPK
"Keputusan berani hakim Cepi Iskandar ini seperti langkah kuda dalam dunia catur yang langsung menghentikan manuver politik vulgar KPK,"
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PN Jakarta Selatan Jumat (29/9) lalu membatalkan status tersangka Ketua DPR Setya Novanto yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat sidang praperadilan yang dipimpin hakim Cepi Iskandar.
"Keputusan berani hakim Cepi Iskandar ini seperti langkah kuda dalam dunia catur yang langsung menghentikan manuver politik vulgar KPK," komentar Adhie Massardi Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB).
Dalam berbagai kesempatan dialog politik dan hukum di beberapa stasiun televisi sebelumnya Adhie memang sudah memprediksi "predikat tersangka" yang disandangkan KPK kepada Setnov, sebutan populer Setya Novanto, akan dibatalkan di sidang praperadilan.
"Saya memang tidak tahu apakah Setnov terlibat skandal korupsi e-KTP atau tidak. Tapi cara KPK mengincar Ketua DPR ini tendensi politiknya sangat kental dan vulgar," katanya.
Jubir presiden Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) ini menjelaskan kecurigaannya KPK berpolitik saat pada 9 April 2017 KPK mengumumkan pencekalan Setnov.
Pencekalan ini merupakan "jurus andalan" KPK untuk mengunci gerak mangsanya karena publik akan mengepungnya dengan "trial by the opinion".
"Kita tahu orang yang dicekal KPK kan belum tentu bersalah. Lihat saja Sunny Tanuwidjaya dan Aguan yang kemudian bebas tanpa penjelasan lebih lanjut. Tapi yang menjadi dasar dalam kasus Setnov KPK berpolitik itu terlihat dari dampak yang ditimbulkan."
"Lihat saja, setelah Setnov dicekal, ada tokoh politik dan orang-orangnya yang hiruk-pikuk di ranah publik meminta Setnov mundur dari Ketua DPR dan dari posisi Ketua Umum Partai Golkar. Kalau ditrack di internet, mereka juga yang berteriak hal yang sama saat Setnov diinsinuasi mengatasnamakan Presiden (Joko Widodo) dalam episode 'papa minta saham' yang heboh itu," tuturnya.
Adhie menambahkan, ketika opini publik secara meyakinkan "memvonis" Setnov bersalah dalam skandal e-KTP, segera KPK meningkatkan statusnya menjadi "tersangka".
"Padahal kita tahu, yang ditersangkakan KPK tidak menjamin orang tersebut bersalah sehingga meningkat menjadi terdakwa dan terpidana. Buktinya Budi Gunawan dan mantan Ketua BPK Hadi Purnomo dibebaskan di praperadilan karena lebih kuat unsur politiknya ketimbang bukti-bukti hukumnya."
"Saya yakin, kalau tidak berpolitik, pasti KPK tidak akan sembrono yg terkesan tergesa-gesa mengejar setoran, melainkan menyisir dulu orang-orang di sekitar Setnov, sehingga bila sudah sarat bukti, jadi bukan hanya bukti pengakuan orang lain, KPK bisa langsung menetapkan tersangka dan menahannya," kata Adhie.
Adhie curiga dengan menetapkan cekal dan tersangka kepada Setnov, KPK hanya ingin melakukan "character assassination" yang bisa menimbulkan puting beliung sehingga Setnov terpental dari kursi Ketua DPR dan Ketum Partai Golkar sebagaimana terjadi dalam skandal palsu "Papa Minta Saham".
"Makanya saya hormati keputusan berani hakim Cepi. Sebab membebaskan orang tidak bersalah juga merupakan penegakkan hukum yang memerlukan keberanian. Sebab kalau tidak, saya ragu apakah KPK dengan bukti ala kadarnya berani membawa Setnov ke panggung pengadilan tipikor."
"Jadi kalau dinalar dengan benar, pembatalan status tersangka yang disandang Setnov di PN Jaksel itu sebenarnya juga menyelamatkan KPK dari cacat pola penyidikan di sana, dan menghentikan manuver politik yang menggunakan KPK sebagai instrumen untuk membuldoser lawan," kata Adhie Massardi.