Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perlu Ada Ketegasan Aturan untuk Transportasi Online

Mereka disambut gegap gempita oleh publik karena merasa tertolong oleh jasa-jasanya

zoom-in Perlu Ada Ketegasan Aturan untuk Transportasi Online
TRIBUN/HO
Driver GoJek membagikan makanan ringan kepada pelanggan ang melintas di kawasan Prapanca Raya dan Kemang, Jakarta, Senin (4/9/2017). Menyambut Hari Pelanggan Nasional, GoJek membagikan 500 makanan ringan bagi pelanggannya. Ini adalah rasa terima kasih mitra dan GoJek terhadap pelanggan yang telah memilih layanan perusahaan aplikasi karya anak bangsa tersebut. Kegiatan bagi-bagi snack ini dilakukan serentak di 50 Kota di mana GO-JEK beroperasi. Adapun total snack yang dibagikan kepada pelanggan untuk 50 kota sebanyak 5.400 kotak. TRIBUNNEWS/HO 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keberadaan transportasi daring belakangan ini marak dan menjadi favorit masyarakat banyak.

Mereka disambut gegap gempita oleh publik karena merasa tertolong oleh jasa-jasanya.

Namun di sisi berbeda regulator merasa gamang untuk menelurkan sebuah regulasi.

“Di sisi lain regulator menyadari bahwa praktik angkutan online tersebut bertentangan dengan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ) maupun PP Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Kegamangan regulator bertambah ketika regulasi yang dibuatnya sebagai payung hukum untuk angkutan online dimentahkan oleh Mahkamah Agung (MA),” kata Ketua Inisiatif Strategis untuk Transportasi (INSTRAN), Darmaningtyas saat diskusi di WarungDaun, Cikini, Senin(2/10/2017).

Sedangkan soal munculnya konflik horizontal yang terjadi dengan sesama pelaku transportasi lanjutnya memiliki dimensi yang kompleks.

Pertama, angkutan online roda empat (taksi online) berhadapan dengan taksi plat kuning atau taksi regular. Kedua, angkutan online roda dua (ojek online) berhadapan dengan ojeg pangkalan (Opang).

Ketiga, lanjutnya ojek online berhadapan dengan angkutan perkotaan (Angkot). Keempat, antar pelaku angkutan online itu, baik sesame operator aplikasi maupun berbeda operator berkompetisi antar mereka, baik dalam bentuk perang tarif, bonus, maupun layanan.

Berita Rekomendasi

“Ujungnya, pengemudi menjadi korban (cicilan mobil tidak terbayar karena terlalu kompetitif, akhirnya mobil ditarik oleh leasing,” tegasnya.

Darmaningtyas melanjutkan, konflik horizontal antara angkutan online dengan angkutan plat kuning awalnya terjadi karena plat kuning yang merupakan angkutan legal itu justru makin terjepit dengan kehadiran angkutan online yang illegal, sementara angkutan plat kuning tetap dibebani dengan berbagai macam pajak yang harus mereka bayar dan regulasi yang harus mereka patuhi, tapi posisinya semakin terjepit.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri (PM) Nomor 32 Tahun 2016 tentang Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang dimaksudkan untuk memberikan pengaturan bagi keberadaan angkutan online tersebut.

Peraturan Menteri tersebut kata dia, harusnya secara efektif berlaku mulai 1 Oktober 2016.

Namun sebelum Perdana Menteri Nomor 32/2016 tersebut dilaksanakan, terjadi perubahan kepemimpinan di Kemenhub dan berimplikasi pada revisi PM Nomor 32/2016 menjadi PM Nomor 26 Tahun 2017 tentang Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, yang mulai resmi berlaku per 1 April 2017.

“Implementasi Peraturan Menteri Nomor 26/2017 ini juga tidak serta merta berlaku penuh per 1 April 2017, tapi mengalami dua masa transisi atau tahapan. Transisi pertama per 1 Juni 2017, mencakup Akses Digital Dashboard karena diperlukan sinkronisasi IT Kemenkominfo dengan Kemenhub, Stiker RFID yang terkoneksi dengan data base angkutan, dan Stiker RFID yang terkoneksi dengan data base angkutan,” paparnya.

Transisi kedua adalah per 1 Juli yang mencakup kuota dengan memperhatikan hasil riset, tarif usulan dari masing-masing daerah yang akan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat atas hasil kajian dan analisa, dan pajak karena perlu proses penyesuaian dengan Kemenkeu secara teknis.

Dalam Peraturan Menteri Nomor 26/2017 ini juga diakomodasi usulan diperbolehkannya mobil 1000 CC sebagai sarana taksi online.

“Penetapan angkutan online sebagai angkutan sewa khusus, persyaratan kapasitas silinder mesin kendaraan minimal 1.000 CC, persyaratan keharusan memiliki tempat penyimpanan kendaraan, kepemilikan atau kerjasama dengan bengkel yang merawat kendaraan, pengujian berkala (KIR) kendaraan, digital dashboard, stiker dan penyediaan akses, pengenaan pajak pada perusahaan penyedia aplikasi, pemberlakuan tarif batas atas dan bawah, dan STNK atas nama badan hukum.

”Adanya pengaturan beberapa hal terhadap keberadaan taksi online, termasuk masalah batas atas dan batas bawah tarif diharapkan persaingan dengan taksi plat kuning lebih fair, sehingga dapat mengurangi konflik horizontal, mengingat substansi konflik lebih kepada perbedaan tarif yang terlalu jauh, yang satu karena tidak diregulasi sama sekali dan mendapatkan subsidi dari aplikator dapat pasang tarif yang rendah atau murah, sementara plat kuning karena diregulasi terlalu ketat, akhirnya tarifnya tinggi.

Bahkan tarif untuk angkutan plat kuning itu ditentukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Namun sayang, pada saat Peraturan Menteri Nomor 26/2017 ini harus diimplementasikan secara penuh per 1 Juli 2017, telah muncul Putusan MA Nomor 37 P/HUM/2017 yang mengabulkan gugatan enam pengemudi taksi online pada tanggal 20 Juni 2017.

Putusan MA itu membatalkan 14 pasal dan mencakup 18 poin yang diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 26/2017, sehingga memaksa Kementerian Perhubungan harus membuat regulasi baru.

“Jika Kementerian Perhubungan tidak membuat membuat regulasi baru, selambat-lambatnya tiga bulan setelah diterimanya putusan, maka PM Nomor 26/2017 minus 14 pasal dan 18 poin yang dibatalkan oleh MA tersebut tetap berlaku sebagai payung hukum bagi angkutan online,” ujarnya.

Konsekuensi logis dari penerapan Peraturan Menteri Nomor 26/2017 minus 14 pasal dan 18 poin yang dibatalkan oleh MA sebagai payung hukum taksi online adalah persaingan bebas yang tidak berimbang akan terus terjadi, karena taksi plat kuning akan tetap dijerat dengan banyak aturan, sementara taksi online tanpa aturan sama sekali.

“Hal itu dapat berdampak pada munculnya konflik horizontal yang tiada ujung, dan berakhir dengan bangkrutnya usaha taksi plat kuning. Ketika taksi plat kuning bangkrut dan taksi online keluar sebagai pemenang persaingan, tidak tertutup kemungkinan tarif taksi online akan dinaikkan sampai ke angka keekonomisan (alias mahal). Namun karena tidak ada pilihan lain, masyarakat harus menelannya lantaran taksi plat kuning keburu bangkrut,” ungkap Darmaningtyas.

Dia menyarankan, agar masyarakat tetap terlindungi untuk memilih jasa angkutan taksi yang selamat, aman, nyaman, dan tarif terjangkau baik sekarang maupun yang akan datang, diperlukan ketegasan dari regulator untuk mengaturnya.

“Ketegasan itu penting mengingat sejumlah kota di Eropa pun sudah melarang dan membatasi gerak taksi online ini, terutama UBER melalui berbagai regulasi.

Dan ternyata UBER kata dia, akhirnya tunduk pada aturan di suatu negara, ketika negara tersebut bersikap tegas.
Apalagi ketika ditengarai bahwa UBER terlibat aksi suap untuk tetap dapat beroperasi di Indonesia, maka diperlukan ketegasan regulator untuk mengaturnya.

“Tanpa ada ketegasan, konflik horizontal antar pelaku transportasi plat kuning versus plat hitam akan terus terjadi.Sebagai negara yang berdaulat sebaiknya negara perlu tegas dan menjalankan Undang-undang (UU LLAJ) yang dibuatnya, tidak boleh ragu,” tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas