Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wasekjen PKB Terkejut Pernyataan Presiden Jokowi Soal Petani Tembakau

"Kami ingin sampaikan bahwa tembakau adalah tanaman musiman," kata Dita Sari melalui pesan singkat, Kamis (26/10/2017).

Editor: Ferdinand Waskita
zoom-in Wasekjen PKB Terkejut Pernyataan Presiden Jokowi Soal Petani Tembakau
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Aktivitas petani tembakau 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terkejut dengan pernyataan Presiden Jokowi yang menyarankan agar petani tidak lagi menanam tembakau dan dicarikan tanaman alternatif.

Wasekjen PKB Dita Sari menuturkan hal itu menunjukkan bahwa Presiden Jokowi belum mendapatkan informasi yang cukup tentang pertanian tembakau sehingga mengambil sikap yang merugikan petani dan warga desa sentra tembakau.

"Kami ingin sampaikan bahwa tembakau adalah tanaman musiman," kata Dita Sari melalui pesan singkat, Kamis (26/10/2017).

Baca: Kepanikan Warga Dengar Suara Ledakan Saat Gudang Petasan dan Kembang Api Terbakar

Karenanya, petani tembakau adalah sekaligus petani padi atau jagung.

Waktu tanam hingga panen adalah 3-4 bulan.

Rata-rata panen tembakau hanya 1 kali setahun.

Berita Rekomendasi

"Jadi, jeda waktu 6-8 bulan selalu diselingi dengan nanam padi atau jagung," kata Dita.

Maka, kata Dita, permintaan agar petani tembakau dicarikan alternatif komoditi tidak perlu dibahas. Karena sudah puluhan tahun ini dilakukan.

Dibandingkan padi, kata Dita, serapan tenaga kerja dalam proses tanam-panen tembakau jauh lebih besar.

Baca: Gudang Kembang Api Terbakar di Tangerang, Korban Alami Luka Bakar

Tembakau adalah tanaman yang sulit karena kadar airnya harus amat rendah.

Proses perawatannya membutuhkan tenaga ekstra dari warga desa sebagai buruh tani.

Belum lagi proses pengolahan pasca panen.

"Mulai dari nyunduk (merangkai), masak/asap atau proses perajangan (untuk wilayah Temanggung dan sekitarnya), butuh mobilisasi buruh di desa-desa. Untuk wilayah Karesidenan Surakarta upahnya rata-rata Rp 40.000/hari," kata Dita.

Dita mengatakan petani gurem juga dapat pemasukan karena menyewakan tanahnya untuk ditanami tembakau.

"Maka, jika petani tidak lagi menanam tembakau, adakah sumber income lain bagi warga desa? Sejauh ini, tidak ada. Lalu daya beli pasti akan anjlok," katanya.

Dita menuturkan harga jual tembakau selalu lebih tinggi.

Pasalnya, patok tanaman tembakau dibeli tengkulak di sawah dengan harga kisaran Rp 9-10 juta.

Sementara 1 patok padi dihargai tengkulak kira kira Rp 4-6 juta.

"Siapa yang mau mengkompensasi hilangnya selisih pendapatan dan turunnya daya beli ini? Negara? Uangnya darimana?" tanya Dita.

"Dan jangan lupa, tidak ada alokasi subsidi di APBN untuk komoditi tembakau. Artinya proses ini berjalan secara mandiri, tanpa "merepotkan" negara. Kenapa malah mau dimatikan?" katanya.

Apalagi, kata Dita, aspek kontribusi cukai-pajak tembakau yang bahkan melampaui anggaran Kementerian Kesehatan.

Baca: Ini Sepak Terjang Bupati Nganjuk: Tersangka KPK, Menang Praperadilan, Terjaring OTT

"PKB berkepentingan membela petani tembakau karena mereka adalah konstituen kami. Kami sangat berharap bapak Presiden dapat lebih arif menilai persoalan ini agar piring nasi jutaan orang desa tidak kolaps, justru di masa kekuasaan Bapak. Jangan lupa, mereka dulu mayoritas memilih Bapak," ungkapnya.

Diberitakan Kompas.com, Pemerintah akan menaikkan cukai rokok rata-rata sebesar 10,04 persen pada 2018.

Hal itu dilakukan untuk mengendalikan atau mengurangi konsumsi rokok yang berefek buruk bagi kesehatan.

Namun, pengendalian konsumsi rokok tidak akan berhenti disitu.

Presiden sudah memberikan instruksi kepada para menteri agar produksi tembakau oleh petani mulai dikurangi.

"Presiden minta agar mulai dipikirkan bahwa petani (tembakau) bisa secara bertahap mengganti tanamannya," ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Kamis (19/10/2017).

Dengan adanya instruksi itu, para menteri akan mulai mencari alternatif tanaman pengganti tembakau untuk para petani.

Dengan begitu, para petani tembakau tidak kehilangan mata pencaharian.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas