'Meme Setya Novanto yang Dibuat Dyann Kemala tidak Bisa Dikategorikan Pencemaran Nama Baik'
Julius Ibrani mengatakan meme yang dibuat oleh Dyann Kemala Arrizzqi terkait Ketua DPR RI Setya Novanto, bukanlah pencemaran nama baik.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Program Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani mengatakan meme yang dibuat oleh Dyann Kemala Arrizzqi terkait Ketua DPR RI Setya Novanto, bukanlah pencemaran nama baik.
Pasalnya tidak ada kepentingan maupun keuntungan pribadi yang didapatkan perempuan tersebut atas penyebaran meme itu.
Saat dihubungi Tribunnews.com, ia menganggap materi tertentu bisa dianggap pencemaran nama baik, jika ada kepentingan dan keuntungan pribadi yang didapat si penyebar materi.
Pada kasus Dyann Kemala Arrizzqi, yang disampaikan si pembuat meme, adalah kritik masyarakat untuk seorang pejabat negara.
Baca: Mobil Ambulans di RSUP Adam Malik Milik Tauke, Setiap Bulan Setor Rp 1,75 Juta kepada RS
"Itu tidak bisa dikategorikan sebagai defamasi (red: pencemaran nama baik) guyonan meme itu harus dipandang sebagai kritik pejabat publik, karena kaitannya dengan proses hukum Setnov, ketika putusan praperadilan menang, langsung sehat," ujarnya.
Setya Novanto sempat ditetapkan tersangka kasus korupsi e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Saat hendak diperiksa, ia tiba-tiba sakit.
Kesehatannya kembali pulih setelah ia menang di praperadilan, dan status tersangkanya gugur.
Julius Ibrani mengaku percaya, kritik terkait hal itu lah yang hendak disampaikan pembuat meme.
Pada 10 Oktober lalu, Setnov yang juga merupakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar melaporkan meme tersebut.
Pada 31 Oktober lalu, Polisi langsung melakukan penahanan terhadap pembuat meme.
Dyann Kemala Arrizzqi diancam pasal 27 ayat 3 Undang-Undang (UU) nomor 19 tahun 2016, tentang Infromasi dan Transaksi Eletroik (ITE).
Jika kritik yang disampaikan Dyan Kemala Arrizzqi berujung pada pelaporan oleh pejabat dan penahanan oleh Polisi, menurut Julius Ibrani, jika masyarakat acuh terhadap kasus ini, kedepannya bisa jadi tidak akan ada lagi kritik yang disampaikan masyarakat terhadap pejabat.
"Kedepannya tidak boleh lagi kritik pejabat publik, kritik negara, kebijakannya. Akhirnya apa, otoriter. Ini yang harus dikhawatirkan masyarakat," ujarnya.
"Besok-besok ada anggota DPR tidur, lalu dikomentari, bisa jadi dipidanakan, ujungnya apa, negara ini negara anti kritik," tegasnya.