Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum: KPK Harus Kantongi Persetujuan Tertulis Dari Presiden Sebelum Panggil Setya Novanto

Andi Irmanputra Sidin menilai KPK harus tetap mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden untuk memanggil Ketua DPR RI Setya Novanto.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pakar Hukum: KPK Harus Kantongi Persetujuan Tertulis Dari Presiden Sebelum Panggil Setya Novanto
Fransiskus Adhiyuda Prasetia/Tribunnews.com
Setya Novanto 

Terhadap Penerapan Pasal 224 ayat (5) UU MD3 jo Putusan MK No. 76/PUU-XII/2014 juga tetap harus harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden.

Setya Novanto dipastikan hari ini, Senin (6/11/2017) tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Dirut PT Quadra Solutions, Anang Sugiana Sudihardjo (ASS).

Ketidakhadiran Setya Novanto ini diketahui lantaran KPK menerima surat tertanggal 6 November 2017 dari Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR yang ditandatangani Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal DPR, Damayanti.

Dalam surat tersebut Sekjen DPR menyatakan, Setya Novanto tidak dapat memenuhi panggilan penyidik KPK.

Sekjen DPR berdalih pemeriksaan terhadap Setya Novanto sebagai Ketua DPR harus berdasar izin Presiden.

Menurutnya itu sesuai dengan ketentuan Pasal 254 ayat (1) UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyebut 'Pemanggilan dan Permintaan Keterangan untuk Penyidikan terhadap Anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden'.

"Surat tersebut menyampaikan lima poin yang pada pokoknya menyatakan Setya Novanto tidak dapat memenuhi panggilan KPK sebagai saksi karena menurut surat tersebut panggilan terhadap Setya Novanto harus dengan izin tertulis dari Presiden RI," terang Febri.

Berita Rekomendasi

Alasan Sekjen DPR ini terasa janggal oleh banyak pihak.

Hal ini lantaran Pasal 245 ayat (3) menyatakan, ketentuan sebagaimana Pasal 245 ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR tertangkap tangan melakukan tindak pidana, disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup atau disangka melakukan tindak pidana khusus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas