Buruh Kereta Api Berharap Saksi Ahli Kuatkan Dakwaan Pidana Kekurangan Upah
Sidang pidana yang digelar hari ini, Rabu (15/11/2017), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu rencananya akan menghadirkan tiga saksi.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Serikat Pekerja Kereta Api Jabodetabek (SPKAJ) berharap tiga saksi terakhir dalam pemidanaan pengusaha yang melanggar upah minimum memperkuat dakwaan.
Diketahui, Jaksa Pentuntut Umum mendakwa Dirut PT.Kencana Lima, Yudi Setiawan, melanggar UU Tenaga Kerja pasal 185 jo pasal 90 karena membayar upah sekitar 250 pekerja loket PT. Kereta Api Commuter Line Jabodetabek di bawah UMP pada 2010-2011.
Yudi Setiawan diperkirakan terancam pidana kurungan hingga 4 tahun penjara.
Sidang pidana yang digelar hari ini, Rabu (15/11/2017), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu rencananya akan menghadirkan tiga saksi.
Ketiganya merupakan saksi terakhir dari total 10 saksi dalam rangkaian persidangan.
"Satu orang saksi ahli dan dua orang saksi dari perushaaan bagian HRD dan keuangan," ujar Ketua SPKAJ, Abet Faedatul Muslim, ketika dihubungi, Rabu (15/11/2017).
Baca: Begini Jawaban Sandiaga Soal Keinginan Buruh Merevisi UMP DKI Jadi Rp 3,9 Juta
SPKAJ sendiri berkomitmen akan terus mengawal persidangan untuk memastikan terdakwa pelanggar upah minimum akan mendapatkan sanksi maksimum.
"Saksi ahli bisa saja akan meringankan, tapi sudah jelas dalam aturan dan pengakuan terdakwa, yang diperkuat saksi dari KCJ mengakui ada kekurangan pembayaran upah," imbuhnya.
Abet menekankan hingga saat ini masih banyak buruh di PT.Kereta Api Indonesia yang mengalami pelanggaran hak-hak normatif.
Pelanggaran itu di antaranya berupa kontrak/outsourcing illegal, pembayaran upah di bawah UMP, jam kerja, dan BPJS.
"Pemidanaan ini harus menjadi pelajaran agar PT.KAI memperbaiki kondisi kerja para buruh. Perusahaan BUMN harus tunduk pada hukum ketenagakerjaan," tegas Abet.
Diberitakan, dari 2010 hingga 2011 PT.Kencana Lima membayar upah para buruh di bawah UMP.
Upah yang diterima buruh seharusnya Rp 1.118.000 pada 2010 dan Rp 1.290.000 pada 2011. Akan tetapi, perusahan hanya mengupah sebesar Rp 1.069.000.
Berdasarkan nota pemeriksaan Kementerian Tenaga Kerja, perusahaan memiliki kekurangan pembayaran upah pada buruh sebesar Rp 890 juta pada kurun 18 bulan mulai Januari 2010 hingga Juni 2011.
Kekurangan itu terdiri dari Rp 440 juta kekurangan pembayaran upah minimum dan sisanya berupa utang upah lembur.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.