Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK: Keterangan Nazaruddin Tak Bisa Berdiri Sendiri

Soal pemberian uang dari Mustokoweni ini, Nazaruddin mengklaim persitiwa itu terjadi pada September-Oktober 2010.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in KPK: Keterangan Nazaruddin Tak Bisa Berdiri Sendiri
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Terpidana korupsi yang juga mantan Anggota DPR M Nazaruddin menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/9/2016). Nazaruddin diperiksa sebagai saksi terkait kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) yang menjerat Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto sebagai tersangka. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyaknya kejanggalan dalam kesaksian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin saat persidangan kasus e-KTP tentu akan diuji dengan keterangan saksi lainnya.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menegaskan sebuah kesaksian tidak dapat berdiri sendiri.

"Dalam proses pembuktian tentu hakim akan melihat kesesuaian keterangan satu saksi (Nazaruddin) dengan saksi lainnya. Dan juga dengan bukti lainnya. Karena memang keterangan satu saksi tidak dapat berdiri sendiri," kata Febri saat dihubungi di Jakarta, Rabu (22/11).

Saat ini, lanjut Febri, KPK akan terus memantau proses persidangan korupsi e-KTP. Apa saja fakta-fakta yang muncul dan keterangan para saksi yang dihadirkan.

"Nanti dalam proses ini tentu akan diuji hingga selesai dan dipertimbangkan oleh hakim," ujar Febri.

Baca: Kejanggalan Kesaksian Nazaruddin di Pengadilan Tipikor

Sebelumnya, saat bersaksi untuk terdakwa Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/11), Nazaruddin menyampaikan keterangan yang dinilai janggal. Misalnya, penyebutan nama Ganjar Pranowo.

Berita Rekomendasi

Sebagaimana BAP-nya, Nazaruddin mengaku melihat langsung Ganjar, yang kini menjabat Gubernur Jawa Tengah, menerima langsung uang USD 500.000 dari Mustokoweni di ruangan kerja politikus Golkar itu.

Soal pemberian uang dari Mustokoweni ini, Nazaruddin mengklaim persitiwa itu terjadi pada September-Oktober 2010. Padahal, Mostokoweni meninggal dunia pada 18 Juni 2010 atau tiga bulan sebelum klaim Nazaruddin.

Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir, mengatakan keterangan Nazaruddin terkait Mustokoweni itu harus dikroscek lagi soal waktu dan tempatnya.

“Kalau dia (Nazaruddin) ternyata keterangannya tidak konsisten dan 'orang mati' (Moestokoweni) pun masih dianggapnya hidup, dia bisa dijerat kesaksian palsu,” ujar Mudzakir saat dihubungi, Selasa (21/11).

Menurut Mudzakir, kesaksian tidak jelas yang digunakan sebagai alat bukti untuk memidanakan orang lain sangatlah berbahaya.

“Berbahaya itu memberikan keterangan palsu dan membuat orang masuk penjara dan tersangka,” ujar sang profesor ini. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas